Rencana pemblokiran medsos dinilai untuk redam suara kritis
Kemenkominfo bakal menyiapkan Permen pemblokiran media sosial.

Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menerbitkan peraturan menteri (permen) yang mengatur tahapan pemblokiran media sosial dinilai bentuk pengekangan kebebasan berekspresi.
"Tentu ini akan menimbulkan kekhawatiran jika nantinya kebijakan pemblokiran ini dilakukan dengan pertimbangan yang subjektif akan membahayakan kebebasan bereskpresi," kata anggota Komisi I DPR RI Sukamta, dalam keterangannya, Rabu (21/10).
Menurutnya, rencana pembuatan permen itu ditujukan untuk meredam suara kritis masyarakat terhadap pemerintah yang mengalami masalah dalam komunikasi soal pandemi Covid-19, termasuk beragam opini publik terkait pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Pemerintah kan punya kuasa untuk menyatakan yang hoaks dan bukan, seperti pernyataan Pak Menkominfo beberapa waktu lalu," tutur dia.
Selain itu, Sukamta memandang rencana penerbitan permen ini tidak akan efektif berjalan jika tidak dibarengi edukasi secara masif ke masyarakat. Pemerintah, sambung dia, terkesan represif dengan menimbulkan wacana penerbitan Permen soal pemblokiran media sosial.
"Pendekatan pemerintah saat ini terlihat ramai di penegakan hukum. Penegakan hukum ini hanya bagian hilir, ini pun kadang terkesan tebang pilih. UU ITE lebih dikenal sebagai UU untuk memidana masyarakat dan tokoh yang kritis dan berseberangan dengan pemerintah," tegasnya.
Untuk diketahui, Kemenkominfo menyampaikan bakal menyiapkan permen yang akan mengatur tahapan pemblokiran media sosial. Permen itu terkait dengan maraknya infodemi atau hoaks seputar Covid-19.
Istilah infodemi ini dimunculkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk menggambarkan persebaran hoaks terkait Covid-19. Menurut WHO, infodemi menjadi masalah baru bagi dunia internasional di tengah pandemi Covid-19.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan ada tiga bentuk infodemi yang beredar. Pertama, misinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat akibat adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat.
Kedua, disinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat dan bersifat destruktif secara sengaja. Ketiga, malinformasi atau penyebaran informasi faktual untuk merugikan pihak-pihak tertentu.
Untuk itu, Kemenkominfo akan melakukan pengendalian dan pengaturan untuk mencegah keresahan dan gangguan ketertiban umum akibat munculnya infodemi.
“Kami perlu melakukan pengaturan dan pengendalian bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat, tapi karena situasi pandemi ini kita perlu meluruskan informasi-informasi yang salah agar tidak membuat keonaran atau membuat keresahan dan/atau mengganggu ketertiban umum,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam Konferensi Pers Virtual di Jakarta, Senin (19/10).

Terawan cs dan problematik jabatan dubes "instan"
Rabu, 03 Mar 2021 11:57 WIB
Pelapak marketplace lokal berjibaku saingi produk impor
Rabu, 03 Mar 2021 06:05 WIB