sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rizal Ramli: Tolong masing-masing kubu tawarkan menu yang baik

Rizal meminta bentuk politik yang seperti ini dihentikan, sebab dapat membawa pembodohan bagi masyarakat.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 09 Nov 2018 21:36 WIB
Rizal Ramli: Tolong masing-masing kubu tawarkan menu yang baik

Ekonom senior Rizal Ramli angkat bicara terkait pernyataan masing-masing kandidat capres dan cawapres yang belakang kerap menjadi polemik di masyarakat.

Menurut Rizal, seharusnya masing-masing pihak tak perlu mengeluarkan kata-kata yang sifatnya menyindir, sebab menurutnya hal tersebut bukanlah esensi dari kontestasi, yang seharusnya mengedepankan program dan gagasan.

"Fokuslah ke hal yang penting buat bangsa, jangan bikin ramai saja, bikin media senang. Cobalah bahas hal yang penting-penting," paparnya di Pusat Mereka Prabawo-Sandi di Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (9/11).

Mantan Menteri Kemaritiman ini memandang, politik Indonesia saat ini sama seperti dengan yang ia amati saat Pemilu Amerika Serikat pada dekade 1980-an. Kala itu George Bush senior berhasil mengalahkan Michelle Dukakis, karena adanya pemberitaan yang dianggapnya tak esensial.

"Waktu itu kalahnya Michael Dukakis karena melepaskan penjahat kulit hitam, bernama Willie Norton, begitu dilepas dia perkosa lagi orang kulit putih, akhirnya jadi isu besar sekali seolah-olah Partai Demokrat asalnya Michael Dukakis itu membela kulit hitam, jadinya Bush senior yang menang, gejalanya mirip dengan di Indonesia," jelasnya.

Karenanya, Rizal meminta bentuk politik yang seperti ini dihentikan, sebab dapat membawa pembodohan bagi masyarakat.

"Ada yang lebih penting pertama jelas ekonomi, kedua masalah keadilan hukum, jadi bahas yang penting, jangan urusan Ratna Sarumpaet lah, tampang Boyolali lah. Heboh memang, tapi ini tidak membawa Indonesia pada kemajuan. Ini tidak sehat. Tolonglah masing-masing kubu tawarkan menu yang lebih baik buat bangsa. Ini kedua kandidat bahasnya tidak penting," pungkasnya.

Sementara Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Drajat Wibowo mengajak pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf berdebat terkait hal-hal substantif daripada melontarkan pernyataan yang aneh-aneh.

Sponsored

"Saya ingin mengajak Jokowi dan timnya debat secara substantif daripada melontarkan istilah-istilah yang aneh-aneh seperti sontoloyo dan politik genderuwo," kata Drajat di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Jumat.

Dia mengaku heran dengan pernyataan Jokowi yang akhir-akhir ini, setelah mengeluarkan pernyataan "politisi sontoloyo", saat ini melontarkan "politik genderuwo".

Pernyataan-pernyataan tersebut, menurut dia tidak produktif, padahal ada hal yang lebih substantif untuk diperdebatkan.

Dia menjelaskan pernyataan BPN Prabowo-Sandi terkait kemandirian ekonomi dan kekayaan dalam negeri yang mengalir ke luar negeri bukan bermaksud menakut-nakuti masyarakat.

"Kami tidak menakut-nakuti, karena faktanya memang begitu.Misalnya, secara fakta mobil ini lampunya tidak bagus, remnya rusak, ya masa membohongi rakyat dengan mengatakan remnya bagus," ujarnya.

Ketika pihaknya menyampaikan kondisi nyata masyarakat, tidak tepat kalau dikatakan menakut-nakuti masyarakat padahal mereka berhak tahu.

Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Eddy Soeparno mengatakan tidak merasa tersinggung dengan pernyataan Jokowi terkait "politik genderuwo".

Apa yang disampaikan Jokowi itu dalam kapasitas  sebagai seorang negarawan yang menghendaki pemilu itu teduh, tapi di tingkat masyarakat bawah, jangan sampai ucapan Jokowi itu dipelintir.

"Justru pernyataan tersebut dijadikan diskursus baru di mana ada politikus-politikus yang kerjanya hanya memperuncing, memperkeruh suasana," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan politik dan pesta demokrasi itu sudah semestinya disambut dan dihinggapi rasa gembira oleh masyarakat Indonesia, bukan untuk menakut-nakuti.

Presiden melihat bahwa sekarang ini banyak politikus yang pandai memengaruhi masyarakat, namun yang amat disayangkan olehnya, para pelaku politik cenderung tidak memandang etika berpolitik dan keberadaban.

"Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan dan kekhawatiran. Setelah takut, yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat emang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga, masyarakat akan menjadi ragu-ragu," kata Presiden saat acara penyerahan sertifikat hak atas tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal di Gelanggang Olah Raga Tri Sanja, Kabupaten Tegal, Jumat (9/11).

Presiden memiliki satu istilah khusus untuk menggambarkan perilaku berpolitik tak beretika yang menebar ketakutan dan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Berangkat dari mitos Jawa mengenai makhluk halus, dirinya menyebut hal itu sebagai "politik genderuwo", politik yang menakut-nakuti.(ant)

Berita Lainnya
×
tekid