sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Saling lirik partai politik: Menimbang koalisi jelang Pemilu 2024

Partai Golkar, PAN, dan PPP "curi start" jelang Pemilu 2024, dengan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 30 Mei 2022 06:28 WIB
Saling lirik partai politik: Menimbang koalisi jelang Pemilu 2024

Dalam pertemuan di Rumah Heritage, Jakarta, Kamis (12/5), Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa sepakat berkoalisi. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), disepakati untuk menghadapi Pemilu 2024.

Menjelang Pemilu 2024, sejauh ini baru Partai Golkar, PAN, dan PPP yang sepakat berkoalisi. Politikus PAN, Guspardi Gaus mengatakan, tujuan KIB adalah untuk mengurai polarisasi saat perhelatan politik pada 2024. Caranya, membuat poros politik baru agar pertarungan pilpres tak cuma diikuti dua pasangan calon.

Walau belum mengusung nama calon presiden dan wakil presiden, Guspardi mengatakan, tiga partai politik itu sudah punya modal cukup mengajukan nama kandidat untuk bertarung di Pilpres 2024.

Jalin komunikasi

Tiga partai politik tersebut sudah memenuhi syarat presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden), berdasarkan raihan kursi di parlemen. Hasil Pemilu 2019 menunjukkan, Partai Golkar memperoleh 17.229.789 suara (12,15%), PAN 9.572.623 suara (6,74%), dan PPP 6.323.147 suara (4,51%).

“Jadi, total perolehan suara Koalisi Indonesia Bersatu mencapai 23,4%, sudah memenuhi syarat presidential threshold 20%,” kata Guspardi di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/5).

Guspardi mengatakan, koalisi partai politiknya sangat terbuka terhadap partai lain untuk bekerja sama. Ia berharap, pada Pemilu 2024 bisa terbentuk setidaknya tiga koalisi yang mengusung capres dan cawapres.

 Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sepakat membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), usai pertemuan di Rumah Heritage, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto Twitter Airlangga Hartarto.

Sponsored

Berbeda dengan Partai Golkar, PAN, dan PPP, partai politik besar lainnya belum memutuskan arah koalisi. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menuturkan, partainya masih melakukan penjajakan dengan partai lain.

“Kita buka semua jalur komunikasi dan silaturahmi dengan pimpinan parpol lainnya,” ujar Herzaky saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (27/5).

“Ada yang terbuka ke publik, ada yang tidak. Namanya silaturahmi, kan enggak semua harus diumumkan.”

Herzaky menambahkan, partai berlambang bintang mercy itu juga tengah menjajaki figur yang tepat dan berpotensi menang dalam Pilpres 2024. “Kita masih cair lah, belum ada kecondongan. Masih terbuka,” ujar dia.

Herzaky mengungkapkan beberapa pertimbangan partainya dalam merangkul partai lain untuk membentuk koalisi, seperti memperhatikan perolehan raihan kursi parlemen agar dapat mengajukan capres dan punya kesamaan visi-misi.

“Setelah ada kesamaan visi-misi, kita yakin akan bisa lebih solid lah. Bagi kami, tujuan politik itu bukan merusak bangsa, kami memperjuangkan nasib rakyat, seperti yang dilakukan dulu selama 10 tahun,” kata dia.

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga belum menentukan arah koalisi. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, jalinan komunikasi politik dengan partai lain masih dilakukan pimpinan partainya, yakni Surya Paloh.

“Pak Surya (Paloh) selalu menyampaikan ke kami, kalau ingin membangun koalisi harus dengan partai yang sepemikiran,” kata Ali, Jumat (27/5).

Ali menjelaskan, Partai Nasdem sangat terbuka dengan partai lain dan sedang mencari figur yang berkualitas untuk memimpin bangsa. Bagi Ali, tokoh yang nantinya diusung dalam koalisi, harus punya prinsip menyejahterakan rakyat.

“Jadi kesamaan (prinsip) itu menjadi penting,” ujar Ali.

“Jangan membangun koalisi dengan partai yang menetapkan calon sendiri, misalnya ketua umum tertentu harus menjadi capres.”

Sosok capres yang akan dimajukan oleh partainya, kata Ali, akan dibahas dalam rapat kerja nasional (rakernas) pada medio Juli 2022.

“Saat rakernas itu, kita coba dengar masukan dari daerah,” ucapnya. “Pak Surya pasti mendengarkan semua masukan dari daerah.”

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun tengah memantau iklim politik, sebelum memutuskan membangun koalisi. Untuk membangun koalisi, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, partainya sedang mengeratkan silaturahmi dan komunikasi dengan partai lain.

Pertimbangan utama PKB adalah melihat raihan suara kursi parlemen, agar bisa memenuhi syarat presidential threshold. “Jadi, masih on process. PKB terbuka untuk berkoalisi dengan partai manapun,” ucap Jazilu, Jumat (27/5).

Jazilul mengatakan, partainya berusaha mendorong adanya poros ketiga, agar pilpres mendatang tak hanya diikuti dua kandidat. Ia menyebut, nama Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai kandidat presiden.

“Terkait pengusungan capres, secara internal, seluruh jajaran PKB memberikan mandat agar Gus Muhaimin (Iskandar) maju menjadi calon presiden 2024,” tutur Jazilul.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengambil langkah yang sama: masih memantau iklim politik, sebelum memutuskan koalisi. “PKS terus berkomunikasi dan menjajaki koalisi, akan diumumkan pada waktu yang tepat,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Jumat (13/5).

Belum serius dan masih dinamis

 Pedagang mendorong gerobak berisi buah melintas di depan sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh, Sabtu (23/3/2019)./Foto Antara Aceh/Ampelsa.

Peneliti senior lembaga survei politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar mengatakan, gerakan sejumlah partai politik membentuk koalisi merupakan hal biasa. Menurut dia, koalisi yang sudah terbentuk adalah siasat partai politik untuk meramu strategi yang efektif pada Pemilu 2024. Ia menilai, iklim politik nasional masih dinamis menjelang hari pencoblosan.

“Karena saya melihat, (partai politik) ini masih saling menjajaki dan melirik,” katanya, Kamis (26/5).

Penjajakan politik, ujar Usep, dilakukan dengan menghitung kemenangan sebuah partai politik. Salah satunya kalkulasi perolehan suara kursi parlemen agar bisa mengajukan nama capres.

Usep memandang, komposisi poros politik yang sudah terlihat saat ini berpotensi dapat berubah. Ia merasa, KIB yang diisi Partai Golkar, PAN, dan PPP belum menunjukkan keseriusan dalam menjalin hubungan.

“Menurut saya, kalau belum mengusung satu pasangan (capres-cawapres), saya kira masih sangat dinamis,” tuturnya.

Senada dengan Usep, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, tak adanya nama capres-cawapres yang diusung KIB, menjadi catatan merah koalisi tiga partai politik itu.

“Jadi masyarakat tidak bisa melihat dan menilai track record dan prestasi capres-cawapresnya sejak dini,” ujar Ujang, Kamis (26/5).

“Mestinya menghadirkan figur capres dan cawapres yang bukan hanya memiliki elektabilitas tinggi, tetapi juga berkualitas dan berprestasi.”

Ia menganggap, KIB terlalu dini terbentuk, mengingat pemilu masih dua tahun lagi. Ujang menilai, KIB tak akan membawa pengaruh positif apa pun bagi tiga partai politik yang berkoalisi.

“Karena koalisi yang dibangun tak memunculkan (nama) capres dan cawapres,” tutur Ujang.

“Padahal, figur capres dan cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi, bisa memiliki efek pada partai pengusung.”

Infografik koalisi parpol. Alinea.id/Aisya Kurnia Dewi

Sementara itu, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati memprediksi bakal ada tiga poros koalisi pada Pemilu 2024. Prediksi itu ia lihat dari raihan suara kursi di parlemen.

“Pertama, KIB. Kedua, PDI-P, meskipun partai ini belum menyatakan koalisi dengan partai manapun, paling tidak sudah cukup raihan presidential threshold-nya,” kata dia, Jumat (27/5).

“Ketiga, koalisi partai Islam.”

Peluang partai Islam membuat poros baru, menurut Wasisto, terbilang lebar. Apalagi mayoritas pemilih di Indonesia adalah umat muslim. Ia merasa, koalisi itu dapat tercipta sebagai bentuk menghadirkan pilihan alternatif.

“Jadi, dalam konteks tiga poros ini, masing-masing sudah mewakili segmen pemilih yang mereka mau,” tutur Wasisto.

Kendati begitu, Wasisto mengatakan, saat ini pergerakan politik untuk membentuk koalisi baru masih sangat dinamis. Ia menuturkan, dinamisnya iklim politik nasional akibat hubungan yang terjalin antarpartai bukan atas dasar ikatan ideologi, tetapi karena kesamaan kepentingan dan kekuasaan.

“Saya pikir, mengesampingkan warna politik itu hal lumrah untuk bisa berkuasa,” katanya.

Berita Lainnya
×
tekid