sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Silaturahmi ke PBNU, AHY berbagi pandangan soal RUU HIP

AHY menyampai kan apresiasinya terhadap NU yang ikut mengawasi proses politik legislasi di parlemen.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Kamis, 25 Jun 2020 19:17 WIB
Silaturahmi ke PBNU, AHY berbagi pandangan soal RUU HIP

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersilaturahmi kepada Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

“Kedatangan kami ini selain untuk mempererat tali silaturahmi, juga memohon doa restu bagi Partai Demokrat dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat, serta meminta saran dan masukan atas isu-isu kebangsaan,” kata AHY via keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/6).

Selain itu, tujuan AHY sowan ke PBNU ini juga untuk berbagi pandangan terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah menjadi kontroversi belakangan ini. 

“Salah satu permasalahan bangsa terkini yang dibahas tadi adalah tentang RUU HIP. Sebagaimana yang teman-teman ketahui bersama bahwa posisi Partai Demokrat secara tegas menolak dilanjutkannya pembahasan RUU HIP. Kami memiliki kesamaan cara pandang dengan teman-teman Naddliyin dan elemen masyarakat lainnya,” kata AHY menjelaskan.

Putra sulung Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono itu kemudian membeberkan empat alasan mengapa RUU HIP perlu ditolak.

Pertama, kehadiran RUU HIP dinilai akan memunculkan ketumpangtindihan dalam sistem ketatanegaraan. Sebab ideologi Pancasila adalah landasan pembentukan konstitusi.

Menurutnya, melalui RUU HIP ini justru diturunkan derajatnya untuk diatur oleh Undang Undang. Kalau RUU ini dianggap sebagai alat operasional untuk menjalankan Pancasila. 

“Justru hal itu menurunkan nilai dan makna Pancasila,” tegas AHY. 

Sponsored

RUU ini, jelas AHY, berpotensi memfasilitasi hadirnya monopoli tafsir Pancasila, yang selanjutnya berpotensi menjadi “alat kekuasaan” yang mudah disalahgunakan dan tidak sehat bagi demokrasi.

Alasan kedua, RUU HIP ini dinilai AHY mengesampingkan aspek historis, filosofis, dan sosiologis, dimana RUU ini tidak memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai ‘konsideran’ dalam perumusan RUU HIP ini. 

“Padahal, TAP MPRS tersebut merupakan landasan historis perumusan Pancasila, yang kemudian kita sepakati secara konsensus sebagai titik temu perbedaan di tengah kompleksitas ideologi dan cara pandang kebangsaan,” urainya.

Alasan ketiga, RUU HIP memuat nuansa ajaran sekularistik atau bahkan ateistik, sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat 2 RUU HIP yang berbunyi, “Ciri Pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu: Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan,” terangnya. 

Hal ini, lanjut AHY, akan mendorong munculnya ancaman konflik ideologi, polarisasi sosial-politik hingga perpecahan bangsa yang lebih besar.

Keempat, adalah adanya upaya memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat (3) yang berbunyi Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

"Hal itu jelas bertentangan dengan spirit Pancasila yang seutuhnya,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, AHY menyampaikan apresiasinya terhadap NU yang secara konstruktif memberikan kritik dan pandangan dalam mengawal dan mengawasi proses politik legislasi di parlemen.

"Ini penting untuk diteruskan dan dilakukan dalam terciptanya demokrasi yang semakin matang. Partai Demokrat secara terbuka siap menjadi penyambung lidah umat dan fatwa para Kiai se-nusantara untuk menjalankan politik kebangsaan yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai Ahlu Sunnah wal Jamaah (Aswaja),” pungkas AHY.

Hadir mendampingi AHY dalam pertemuan itu, Sekjen PD Teuku Riefky Harsya, Bendahara Umum PD Renville Antonio, Wasekjen August Jovan Latuconsina, Kepala Badan Pembinaan Jaringan Konstituen (BPJK) DPP Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, dan Kepala Departemen Agama dan Sosial Munawar Fuad Noeh.

Sementara Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, didampingi oleh KH. Abdul Manan Ghani (Ketua PBNU bidang Dakwah dan Masjid, H. Robikin Emhas, SH, MH Ketua PBNU bidang Hukum dan Perundang-Undangan, H. Ishfah Abidal Aziz, SHI, MH Wakil Sekjen, dan Arif Marbun Sekretaris Lembaga Perekonomian NU.

Berita Lainnya
×
tekid