sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

SMRC: Rasionalitas publik pada 2019 berbeda dengan 2014

Meski Capres yang bertarung sama, Pemilu Presiden 2019 dinilai berbeda dengan tahun 2014 silam terutama pada rasionalitas masyarakat.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 12 Okt 2018 20:59 WIB
SMRC: Rasionalitas publik pada 2019 berbeda dengan 2014

Meski Capres yang bertarung sama, Pemilu Presiden 2019 dinilai berbeda dengan tahun 2014 silam terutama pada rasionalitas masyarakat.  

Pengamat Politik Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan, rasionalitas pemilih akan menjadi pembeda besar dalam pilpres 2019 karena rasionalitas pemilih kini diuji dari fakta dan data yang sudah ada.

"Waktu 2014, Jokowi dan Prabowo itu sama-sama baru dalam konstestasi politik, belum ada informasi pembanding yang jelas dan publik jadi bingung," jelas Saidiman di Tebet, Jakarta, Jumat (12/10).

Kebingungan ini, lanjutnya, menjadi akar tumbuhnya hoaks atau beragam informasi melenceng. Namun kini, rasionalitas itu hadir karena sudah ada pembeda yang sangat jelas. 

Faktor adanya petahana, bagi Saidiman, merupakan hal penting yang dapat berperan sebagai landasan penilaian publik untuk pemerintahan ke depannya.

"Situasi tahun 2014 beda karena tidak ada petahana, saya kira 2019 akan kembali ke pola pada 2009 dulu," terangnya.

Saidiman menambahkan, tensi politik menjelang Pilpres di media sosial kemungkinan besar akan muncul lagi. Namun, lebih terkendali karena ada faktor rasionalitas publik yang bekerja. Isu-isu tidak signifikan seperti agama, baginya, tidak akan berpengaruh bagi publik.

"Kian hari masyarakat semakin cerdas jadi hal-hal tidak fundamental tidak akan berpengaruh. Untuk isu ekonomi, masyarakat bisa melihat fakta tanpa langsung percaya penggiringan," jelasnya.

Sponsored

Senada dengan perkataan Saidiman, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko menyatakan, tensi politik di media sosial akan semakin tinggi karena adanya peningkatan jumlah platform penyebaran informasi. 

Di era digital ini, Budiman menginginkan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi atau platform tersebut secara cerdas.

"Platform beragam juga membuat ekspresi masyarakat semakin beragam. Namun, pada bagian berdebat cerdas ini Indonesia masih tertinggal," tutur Budiman dalam diskusi publik yang sama. 

Menurutnya, seringkali percakapan yang disebarkan di media sosial tidak progresif ataupun jernih. Netizen atau pengguna media sosial malah menjadikan teknologi sebagai sarana penyebar berita bohong. 

"Saya mengimbau pendukung dari pihak Jokowi maupun Prabowo untuk menjaga nalar bangsa. Ini yang terpenting," ujarnya. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid