sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak akur dengan Mega, SBY dituding terlalu melankolis

SBY mengisahkan hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri hingga kini belum pulih, kendati banyak pihak yang menginginkan mereka akur.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Kamis, 26 Jul 2018 18:17 WIB
Tak akur dengan Mega, SBY dituding terlalu melankolis

Lewat pertemuan terakhirnya, Ketua Umun Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi sinyalemen akan merapat pada kubu Prabowo, alih-alih Jokowi. Menurutnya, ada sejumlah ganjalan yang membuatnya urung mendukung eks Gubernur DKI itu sebagai capres. "Silakan ditafsirkan sendiri, tapi bukan saya dengan Pak Jokowi," sebutnya penuh teka teki kepada wartawan, Rabu (25/7) malam.

SBY mengisahkan hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri hingga kini belum pulih. Kendati banyak pihak yang menginginkan mereka akur, termasuk Taufik Kiemas, mendiang suami Mega, tapi hubungan keduanya tetap berjarak.

Menurut analisis Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, SBY tak akur karena selalu mempolitisir hubungannya dengan Megawati. Hasto juga menyebut SBY terlalu melankolis. Setiap mendekati pemilu, sambungnya, SBY dinilai sering mengeluh soal Megawati.

Monggo silakan lihat dalam jejak digital maupun media cetak, bahwa menjelang pemilu pasti Pak SBY selalu menyampaikan keluhannya tentang Ibu Megawati. Padahal Ibu Megawati baik-baik saja. Selama ini beliau diam, karena beliau percaya terhadap nilai-nilai Satyam Eva Jayate, bahwa pada akhirnya kebenaranlah yang akan menang,” kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/7).

Jadi, pernyataan SBY kemarin malam, baginya sekadar keluhan musiman lima tahunan. SBY dinilai menginginkan yang terbaik bagi anaknya, AHY. Maksudnya, SBY terlalu memaksakan hasrat kekuasaan ke anaknya berjalan tak alami. Bahkan, Hasto menuding, seluruh pergerakan politik SBY tidak lain untuk sang putra mahkota, berbeda dengan Megawati yang dinilainya lebih visioner jauh lebih luas dari itu.

"Ibu Mega selalu bicara untuk PDI Perjuangan, untuk Pak Jokowi, untuk rakyat, bangsa dan negara. Sementara Pak SBY selalu saja mengeluhkan hubungan itu,” jelasnya lagi.

Kegagalan koalisi SBY dan Mega di kubu Jokowi, menurutnya karena persoalan kalkulasi yang rumit dari politisi Demokrat tersebut. "Kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu-ragu, ya sebaiknya introspeksi dan jangan bawa nama ibu Mega seolah sebagai penghalang koalisi tersebut," ungkap Hasto.

Jokowi berulang kali mengajak

Sponsored

SBY menceritakan, Joko Widodo telah berkali-kali mengajak partai berlambang mercy tersebut untuk berkoalisi. Ajakan pertama terjadi pascaterpilihnya Jokowi sebagai presiden. Saat itu SBY masih menjabat sebagai presiden yang segera lengser.

"Pada bulan Oktober 2014 saya masih sebagai presiden dan Pak Jokowi sudah menjadi presiden terpilih. Saat itu, beliau mengatakan kepada saya, apakah tidak sebaiknya Demokrat berada dalam pemerintahan," jelasnya.

Hanya saja saat itu, SBY beranggapan momennya tidak tepat, karena Jokowi baru saja terpilih dan Demokrat pada posisi yang tidak mendukung Jokowi maupun Prabowo.

Tawaran selanjutnya, yaitu saat SBY mendatangi istana untuk mengundang Presiden Jokowi menghadiri Global Green Growth Institute (GGGI) Summit 2015. Saat itu Jokowi menawarkan hal yang serupa.

"Bukankah sebaiknya Demokrat berada dalam pemerintahan," cerita SBY.

Hingga akhirnya, ada sebuah kejadian aksi damai 411 dan aksi damai 212. Setelah itulah pertemuan SBY dan Jokowi semakin intens terjadi.

SBY mengakui, kurang lebih dalam enam bulan terakhir semakin nyata kedekatannya dengan Jokowi. Bahkan, dalam rapat pimpinan nasional (Rapimnas) pada 10-11 Maret di Sentul, SBY dalam pidatonya memberi sinyal akan mendukung Jokowi pada 2019 mendatang.

Dalam pendekatan keduanya, SBY menyebutkan tidak pernah ada permintaan darinya untuk menyodorkan nama calon wakil presiden (cawapres). Sebaliknya, Jokowi juga tidak pernah menawarkan posisi cawapres kepada Demokrat.

"Selama lima kali melakukan pertemuan secara intensif, tidak pernah membahas cawapres, Silakan dicek ke Jokowi," jelasnya.

"Saya tegaskan beliau tidak pernah meminta cawapres, dan saya tidak pernah mengajukan nama siapapun termasuk AHY sebagai Cawapres, ini biar baik untuk Jokowi dan baik untuk saya," tegas SBY.

Saat pertemuan tersebut, SBY juga menceritakan Jokowi sempat menyampaikan, jika Demokrat berada dalam kabinet, tentu ada posisi-posisi menteri yang akan dipegang oleh kader Demokrat. SBY melihat, kesungguhan Jokowi dalam mengajak Demokrat untuk berkoalisi itulah yang mulanya membuat ia yakin, akan berkoalisi dengan petahana itu.

"Kalau ada yang mengatakan Demokrat kena PHP, tidak. Jokowi memang sungguh-sungguh ingin menggandeng Demokrat," katanya.

Buka lembaran baru

Setelah pupus koalisi, SBY terus membuka lembaran baru. Ia mengaku, selama satu tahun tidak melakukan komunikasi dengan Prabowo Subianto.

"Dalam sisa yang hanya tinggal tiga minggu ini, kami menentukan jalan yang lain, yang sekarang sedang berproses," sebutnya.

Keharusan parpol mengusung capres disinyalir menjadi dalih SBY untuk membuka komunikasi dengan Prabowo.

"Kalau sekarang kami tidak mengusung (capres dan cawapres) maka, tahun 2024 kami akan kehilangan hak untuk mengajukan capres. Apalagi berdasarkan Rakernas Demokrat di Mataram, Lombok, NTB kita telah sepakat akan mengusung capres," sebutnya.

Oleh karena itu, Demokrat makin intens melakukan penjajakan dengan Gerindra.

"Dalam pertemuan malam (24/3), saya juga tidak menawarkan dan menyarankan kader Demokrat sebagai cawapres Prabowo," tutur SBY.

SBY mempersilakan untuk melakukan kroscek atas ucapannya itu. Dia mengatakan, jika kedua partai tersebut cocok, berjodoh, dan ditakdirkan, maka SBY memberi hak pada Prabowo untuk memilih sendiri. Seperti saat ia memilih Boediono pada Pilpres 2009 atau pada 2004 yang memilih Jusuf Kalla (JK).

Berita Lainnya
×
tekid