Bank digital ramai-ramai aksi korporasi demi penuhi modal inti

Aturan baru OJK soal modal inti bank minimal Rp10 triliun mengubah peta perbankan nasional, termasuk bank digital.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal modal minimum bank menjadi batu sandungan bagi bank digital. Bank yang didefinisikan mempunyai kegiatan usaha utama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik ini terimbas aturan soal modal minimum perbankan yang naik dari Rp3 triliun menjadi Rp10 triliun.

Sejauh ini, ketentuan modal minimal yang harus dipenuhi setiap bank ditetapkan paling lambat hingga Desember 2022. Bagi bank konvensional yang ingin menjadi bank digital baik berupa anak usaha atau bagian dari usaha bank, maka hanya memerlukan modal sebesar Rp1 triliun.

Namun, untuk mendirikan bank baru, OJK mewajibkan investor pengendali menyediakan modal inti minimum Rp10 triliun. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum juga menyebut bank digital dapat berupa bank digital yang baru didirikan atau bank digital yang berasal dari transformasi bank umum. Singkatnya, bank konvensional yang sudah ada saat ini dapat diubah menjadi bank digital dengan syarat tertentu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, aturan baru soal modal bank baru ini ditetapkan untuk memastikan kemampuan bank dalam mengatasi masalah likuiditas dan lainnya. Termasuk juga dalam memperhitungkan kontribusi bank terhadap perekonomian Indonesia.

“Dengan penelitian yang sudah kita lakukan, bisa dilihat bahwa bank bisa menjaga buffer risiko, kemudian juga bisa sustainable profit-nya dan memberikan kontribusi ke perekonomian Indonesia itu (modal inti-red) ada di rentang Rp10 triliun,” ungkapnya, kepada Alinea.id, Jumat (27/8).