Tuai polemik, apa alasan Kementerian ESDM dorong skema power wheeling?

Skema power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) menuai polemik lantaran bakal membebani negara.

Ilustrasi. Freepik

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersikukuh memasukkan skema power wheeling ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Padahal, menuai polemik lantaran bakal membebani negara.

Power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik merupakan mekanisme yang diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, berdalih, penerapan power wheeling sebagai bentuk sinyal positif kepada pasar global atas keseriusan Indonesia mendukung prinsip environmental, social, governance (ESG) menuju ekonomi hijau. Selain itu, meningkatkan daya saing produk nasional di kancah dunia.

"Mengacu pada pengalaman implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), sangat sulit untuk mencapai sukses dengan rasio tinggi sehingga power wheeling dapat menjadi akselerator penerapan EBT," katanya dalam webinar "Masa Depan Sektor Ketenagalistrikan di Pusaran RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan", Rabu (23/11).

Urgensi selanjutnya, sambung Hendra, sebagai back-up plan jika PLN tidak dapat menyediakan listrik hijau. Indonesia memiliki potensi EBT paling besar di ASEAN dan memerlukan suplai listrik hijau sebagai upaya transisi dari bahan dasar fosil.