Anomali penukaran uang receh di kala pandemi

Bisa menunjang daya beli masyarakat, tapi tidak menyelamatkan ekonomi.

Jasa penukaran uang receh kala pandemi tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Alinea.id/Oky Diaz.

Budaya anjangsana ke rumah saudara, kerabat maupun tetangga dekat merupakan salah satu momen yang paling ditunggu setiap Hari Raya Idulfitri. Budaya ini juga kerap didampingi dengan tradisi ‘salam tempel’ oleh sebagian besar masyarakat di Tanah Air.

Anak-anak sudah pasti menjadi yang paling bergembira dengan tradisi ini. Mereka biasanya akan mendapatkan amplop atau juga uang receh dari para sesepuh atau juga orang yang dituakan di kampung masing-masing.

Tahun ini, di tengah pandemi Covid-19, tradisi salam tempel masih akan tetap ada, tapi mungkin tidak lagi seramai dahulu. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menahan laju pertumbuhan positif coronavirus sedikit-banyak telah memengaruhi tradisi setahun sekali itu. 

Indikasinya terlihat dari semakin menurunnya angka penukaran uang receh dari sejumlah perbankan dan penyedia jasa uang receh di tepi jalan. Ini dirasakan Ati (40 tahun), seorang penyedia jasa penukaran uang receh di Kota Tua, Jakarta Pusat.

Dia mengaku jumlah pelanggan yang datang ke tempatnya untuk menukarkan uang tahun ini menurun drastis dibandingkan tahun lalu. Jika tahun lalu jumlah penukaran uang dalam sehari bisa mencapai Rp20 juta, tahun ini ia hanya bisa membukukan penukaran uang Rp5 juta per hari. Angkanya menurun drastis 75% dibandingkan tahun sebelumnya.