Bapanas diminta memastikan outlet penyaluran beras Bulog

Instrumen operasi pasar beras umum pada dasarnya sama dengan operasi pasar, yakni sama-sama tak menjamin kepastian outlet penyaluran beras.

Seorang pekerja mengangkut karung beras saat melakukan bongkar muat di Gudang Bulog Baru Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/7/2018). Foto Antara/dokumentasi

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menargetkan kebijakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras pada 2023 sebesar 1-1,5 juta ton. Persisnya sebesar 1,2 juta ton. Jumlah ini merujuk pada volume operasi pasar beras 2022.

"Rata-rata 100.000 ton per bulan. Dua bulan terakhir ini sudah hampir 400.000 ton lebih 200.000 ton per bulan. Sesuai kondisi lapangan, pada Januari hingga Februari harga masih tinggi. Panen raya juga belum serempak, sehingga pengeluaran SPHP beras masih cukup tinggi," tutur Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas, Maino Dwi Hartono, dalam Alinea Forum bertajuk "Efektivitas SPHP Sebagai Stabilisastor Pasokan dan Harga Beras" yang digelar Jumat (3/3).

Selain menargetkan SPHP beras pada 2023 sebesar 1,2 juta ton, kata Maino, Bapanas menargetkan stok akhir yang dikuasai Bulog sebesar 1,2 juta ton. Artinya Bapanas mengharapkan Bulog bisa mengelola cadangan beras pemerintah (CBP) 2,4 juta ton. 

"Kami belajar dari pengalaman akhir 2022. Bagaimana pemerintah dalam hal ini Bulog, hanya memiliki cadangan 400.000 ton. Secara psikologis, pasar bisa melihat pemerintah tidak punya stok, sehingga harga menjadi tinggi," tutur dia. 

Cadangan yang rendah terjadi karena penyerapan gabah/beras oleh Bulog pada 2022 rendah. Agar kejadian serupa tak terulang, kata dia, Bapanas menugaskan Bulog untuk menyerap gabah/beras petani saat panen raya Maret-Mei. Di semester I-2023, jelas Maino, Bapanas berharap Bulog bisa menyerap 60%-70% dari target.