Berikut alasan minimnya inklusi keuangan di Indonesia

Inklusi keuangan baru mencapai sekitar 50% sampai 55% hingga April 2018.

Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib (tengah) menyaksikan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak (kiri) mendapat penjelasan tentang tabungan usai meresmikan relokasi Kantor Bank Mega Cabang Samarinda, di Samarinda, Kalimantan Timur/AntaraFoto

Bank Indonesia menyebutkan inklusi keuangan baru mencapai sekitar 50% sampai 55% hingga April 2018. Masih jauh dari target yang dicanangkan sebesar 75% sampai akhir 2019. Ada beberapa hal yang menyebabkan itu terjadi. 

Deputi Direktur Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Rahmi Artati, menjelaskan, ada beberapa kendala untuk mencapai target inklusi keuangan. 

"Kendala yang sering kita temui itu adalah, saat mengedukasi masyarakat, tetapi tidak ada implementasinya. Kemudian sarana dan prasarana yang belum memadai di beberapa kepulauan di Indonesia," ujar Rahmi, Selasa (10/4). 

Untuk itu, BI terus melakukan komunikasi dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi terkait hal ini. Pemerintah juga memiliki Dewan Keuangan Inklusif yang terdiri dari beberapa kementerian terkait. Seperti BI, OJK, Kominfo, Kemenkeu, Bekraf, Pertanian dan KKP 

Sementara itu, Country Manager Micro Save Indonesia Grace Retnowati menyampaikan, 52% pengguna Layanan Keuangan Digital (LKD) berpenghasilan di atas Rp2 juta per bulan, dengan usia cukup muda (60% berusia 21 - 35 tahun). Sementara, 65% pengguna Laku Landai berpendapatan di bawah Rp2 juta, dengan usia cukup dewasa (60% berusia 26 sampai 45).