sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Berikut alasan minimnya inklusi keuangan di Indonesia

Inklusi keuangan baru mencapai sekitar 50% sampai 55% hingga April 2018.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 10 Apr 2018 19:27 WIB
Berikut alasan minimnya inklusi keuangan di Indonesia

Bank Indonesia menyebutkan inklusi keuangan baru mencapai sekitar 50% sampai 55% hingga April 2018. Masih jauh dari target yang dicanangkan sebesar 75% sampai akhir 2019. Ada beberapa hal yang menyebabkan itu terjadi. 

Deputi Direktur Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Rahmi Artati, menjelaskan, ada beberapa kendala untuk mencapai target inklusi keuangan. 

"Kendala yang sering kita temui itu adalah, saat mengedukasi masyarakat, tetapi tidak ada implementasinya. Kemudian sarana dan prasarana yang belum memadai di beberapa kepulauan di Indonesia," ujar Rahmi, Selasa (10/4). 

Untuk itu, BI terus melakukan komunikasi dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi terkait hal ini. Pemerintah juga memiliki Dewan Keuangan Inklusif yang terdiri dari beberapa kementerian terkait. Seperti BI, OJK, Kominfo, Kemenkeu, Bekraf, Pertanian dan KKP 

Sementara itu, Country Manager Micro Save Indonesia Grace Retnowati menyampaikan, 52% pengguna Layanan Keuangan Digital (LKD) berpenghasilan di atas Rp2 juta per bulan, dengan usia cukup muda (60% berusia 21 - 35 tahun). Sementara, 65% pengguna Laku Landai berpendapatan di bawah Rp2 juta, dengan usia cukup dewasa (60% berusia 26 sampai 45). 

Penggunaan LKDuntuk memenuhi life style di perkotaan, seperti akses jalan tol, pembayaran restoran, dan pembelian produk-produk di merchant yang bisa menggunakan layanan e-money.

Kemudian untuk Laku Pandai, basisnya adalah rekening bank, sehingga diperkirakan lebih banyak digunakan masyarakat pedesaan. 

"Jangkauan perbankan di daerah lebih terbatas daripada di perkotaan. Hanya sekitar 36% dan sebagian di perkotaan," ujarnya, Selasa (10/4)  

Sponsored

Permasalahan yang dihadapi perbankan adalah kapasitas bank dalam mengelola agen dalam jumlah banyak. Di negara lain, bank tidak mengelola sendiri agen mereka. Kualitas agen lebih terkontrol dan termonitor, karena bank tidak mensupervisi sendiri agen-agen tersebut.  

Selain itu, regulator negara lain tidak memisahkan rekening Laku Pandai dan LKD. Sehingga mereka bisa melakukan transkasi di rekening yang sama dan bisa melakukan pembayaran di mana saja. 

Sementara di Indonesia, bank harus mengelola sendiri agen dalam jumlah yang banyak. Ada ada pemisahan regulasi, antara Laku Pandai dan LKD sehingga dalam beberapa hal menyebabkan kebingungan agen dan pengguna. 

"Produknya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga mereka suka menggunakan layanan ini (LKD ataupun Laku Pandai)," jelas Grace

Berita Lainnya
×
tekid