BI: Potensi perang mata uang relatif kecil

China diduga melakukan depresiasi Yuan sebagai upaya perang mata uang di tingkat global.

Ilustrasi / Pixabay

Bank Indonesia menyatakan krisis global berupa perang mata uang kemungkinan kecil terjadi. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menilai negara-negara dunia akan lebih memprioritaskan kebijakan guna meningkatkan permintaan dan konsumsi domestik di tengah perlambatan perekonomian global.

Dody mengatakan pelemahan mata uang dengan sengaja yang terus-menerus akan berdampak negatif pada permintaan domestik negara tersebut. Hal itu juga kontradiktif dengan upaya negara-negara di dunia untuk menumbuhkan konsumsi dan investasi yang sedang dibutuhkan untuk membendung perlambatan ekonomi global.

"Negara-negara perlu juga untuk memberikan topangan pada permintaan domestik, risiko currency war (perang mata uang) tidak besar terlebih di tengah permintaan global yang memang sedang melemah," kata Dody di Jakarta, Rabu (7/8).

Saat ini, kata Dody, memang terdapat dugaan China sedang mendevaluasi mata uangnya. Namun, Dody meyakini China tidak akan terus-menerus mendepresiasi mata uangnya dengan sengaja. Sebab, pelemahan mata uang yang terus-menerus akan berisiko terhadap ekonomi China.

"Kurs Yuan China yang terlalu lemah tentunya akan menekan konsumsi dan investasi yang saat ini sedang dibutuhkan Tiongkok untuk memitigasi kinerja eksternalnya yang menurun," ujar dia.
Dody mengatakan saat ini fokus BI adalah mencegah risiko yang dapat mengganggu makro ekonomi domestik dan stabilitas sistem keuangan.