BPKN minta pemerintah kembali berlakukan HET minyak goreng

BPKN juga merekomendasikan kebijakan DMO 30% bagi pelaku usaha sebagai syarat izin ekspor industri sawit dikembalikan.

Ilustrasi minyak goreng. Foto Antara/Jessica Helena Wuysang

Pemerintah memutuskan menghapus harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng (migor) menyusul kelangkaan produk olahan kepala sawit di pasaran itu tidak dapat ditangani dengan baik. Dengan demikian, penentuan harganya ditentukan mekanisme pasar.

Namun, langkah tersebut dikritik Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Bahkan, BPKN merekomendasikan pemerintah mengembalikan kebijakan HET minyak goreng.

Rekomendasi ini diajukan mengingat minyak goreng menjadi salah satu bahan pokok yang penting bagi masyarakat. Menurut BPKN, HET minyak goreng dalam jumlah besar dipatok Rp11.500 per liter, Rp13.500 per liter dalam paket sederhana, dan Rp14.000 per liter dalam paket premium.

"Usulan itu kami hitung berdasarkan harga pokok produksi dan keekonomiannya dengan memperhatikan input produksi yang digunakan untuk memproduksi minyak goreng sawit," kata Kepala BPKN, Rizal E. Halim, Kamis (7/4).

Menurutnya, harga minyak sawit mentah (CPO) global seharusnya tak memengaruhi harga CPO domestik. Ini berbeda dengan minyak kedelai, yang harus dibeli dari luar negeri (impor), sedangkan Indonesia menjadi produsen kelapa sawit nomor satu di dunia.