Buntut panjang peretasan bank syariah terbesar 

Dugaan peretasan Bank Syariah Indonesia (BSI) berdampak sistemik bagi perkembangan industri keuangan syariah nasional.

Ilustrasi Alinea.id. Catharina.

Renita (35) baru saja ‘mendarat’ dari aktivitas safari mudik lebaran pada Minggu (7/5) lalu. Pasca perjalanan mudik itulah, ia dan suami membutuhkan uang cash untuk keperluan sehari-hari. Namun sayang, ia tak bisa menarik dana di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Syariah Indonesia (BSI) pada Senin (8/5). Di awal minggu itulah, Renita dan puluhan juta nasabah BSI lain menyadari, bank syariah terbesar nasional ini down.

“Padahal kami butuh uang tunai untuk bayar SPP anak, belanja, dan lain-lain,” kisahnya saat berbincang dengan Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Kekecewaan ibu dua anak ini kian bertambah kala sistem BSI tidak juga normal hingga hari keempat. Padahal, kebutuhan uang tunai tidak bisa ditunda. Sementara semua dana ia tempatkan di bank hasil merger PT Bank BRI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah itu.

“Saya terpaksa pinjam uang cash ke teman, soalnya ini darurat,” keluhnya.

Sang suami, Yoyo (40) pun menceritakan mereka telah menjadi nasabah BSI karena sebelumnya menjadi nasabah BRI Syariah. Alasan memilih bank ini tak lain karena pertimbangan ideologis yakni ingin menerapkan prinsip keuangan syariah dalam keseharian.