Cegah PMK, guru besar UGM: Penerapan biosekuriti harus lebih ketat

Tindak lanjut pengendalian wabah PMK melalui lalu lintas hewan ternak akan menjadi tantangan ke depannya.

Petugas memeriksa ternak sapi yang diduga terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Dokumentasi Kementan

Pengendalian penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak perlu disikapi dengan serius oleh pemerintah. Terlebih, Indonesia kembali melaporkan kasus positif pada tahun ini setelah dinyatakan bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) per 1990.

Guru Besar Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus, mengungkapkan, tindak lanjut pengendalian wabah PMK melalui lalu lintas hewan ternak akan menjadi tantangan ke depannya. Sebab, mobilitas hewan ternak rentan PMK menjadi salah satu faktor yang menyebabkan percepatan penyebaran wabah ini.

"Sebaran-sebaran ini, kan, juga faktornya logistik, transportasi, mobilitas ternak maupun hewan maupun orang, terutama orang, kendaraan, dan sebagainya. Itu menjadi salah satu yang membantu percepatan penyebaran PMK," kata Agus dalam webinar Alinea Forum bertajuk "Lalu Lintas Hewan dan Produk Hewan saat Wabah PMK", Kamis (6/10).

Agus menilai, diperlukan pendekatan yang bersifat perlindungan (proteksi) atau pencegahan (preventif) untuk mengendalikan penyebaran wabah PMK. Salah satunya, pengendalian lalu lintas hewan rentan PMK dan produk turunannya.

Menurut Agus, pendekatan preventif juga dapat dilakukan melalui penanganan pada sistem biosekuriti terhadap hewan ternak. Pengawasan biosekuriti yang ketat perlu didorong kepada para pelaku industri peternakan.