CIPS nilai impor beras untuk antisipasi krisis pangan imbas pandemi Covid-19

Impor beras harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ketersediaan pasokan dalam negeri, hasil panen, dan harga internasional.

Ilustrasi. Foto Antara/Sigid Kurniawan

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, pemerintah dapat memanfaatkan beras impor untuk mengantisipasi risiko krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Pangkalnya, pagebluk menimbulkan kerawanan pangan bagi banyak masyarakat Indonesia.

"Survei Bank Dunia mencatat, 23% dari rumah tangga mengalami kekurangan pangan. Untuk itu, Indonesia perlu memastikan ketersediaan pasokan pangan, salah satunya beras, supaya menjaga kestabilan harga maupun meningkatkan penyaluran pangan melalui sembako dan bantuan pangan sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat," ucap Media Relations Manager CIPS, Vera Ismainy, Kamis (18/3).

Analisis Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) sebelumnya menyebutkan, pandemi Covid-19 memperparah situasi pangan di 27 negara dari Asia, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Tengah. Pun ditegaskan, tidak ada yang kebal terhadap krisis pangan sehingga tidak boleh diremehkan dan ditunda penanganannya. 

Berdasarkan FAO dan WFP, terdapat empat faktor utama pandemi mendisrupsi krisis pangan lebih dalam. Pertama, lapangan kerja dan upah yang menurun; kedua, disrupsi penanganan pandemi pada produksi dan pasokan pangan dunia; ketiga, menurunnya pendapatan pemerintah; dan terakhir, meningkatnya ketidakstabilan politik yang memicu konflik berbasis sengketa sumber daya alam.

Mengenai kapan impor beras dilakukan, menurut Vera, harus mempertimbangkan berbagai faktor. Ketersediaan pasokan di dalam negeri, hasil panen, dan juga harga beras internasional yang sedang murah, misalnya.