Daya beli masyarakat lemah, pemerintah harus percepat realisasi belanja

Realisasi belanja negara minus 1,4% dibanding setahun silam.

Petani sedang memanen padi di sawah Jawa Tengah. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal 1 sebesar 2,97%.Antara Foto/Saiful Bahri.

PT Bahana TCW Investment Management menyebut pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja pada semester II-2020. Hal ini bertujuan untuk mendorong pemulihan daya beli masyarakat yang turun akibat pandemi Covid-19, sekaligus meningkatkan kredibilitas kebijakan stimulus pemerintah, terutama bagi investor asing.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, data Kementerian Keuangan menunjukkan defisit anggaran hingga akhir Mei sebesar Rp179,6 triliun, setara dengan 1,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, target defisit pemerintah direncanakan mencapai 6,3% dari PDB.

Di sisi lain, realisasi belanja negara baru mencapai Rp843,9 triliun dari total target Anggaran Belanja Negara (APBN) sesuai Perpres 72/2020 sebesar Rp2.739 triliun. Realisasi itu minus 1,4% dibanding setahun silam.

Secara rinci, total anggaran perlindungan sosial yang sudah didistribusikan pemerintah mencapai 34,1% dari total anggaran. Sementara, realisasi anggaran kesehatan hanya sekitar 4,68% dari total pagu anggaran Rp87,55 triliun. Rendahnya realisasi anggaran kesehatan ini disebabkan adanya kendala teknis seperti keterlambatan pengajuan klaim, verifikasi tenaga kesehatan dan kendala administrasi lainnya.

"Belum optimalnya realisasi anggaran belanja ini mengakibatkan pertumbuhan uang beredar (M1 growth), sebagai acuan daya beli secara moneter, lebih rendah dibandingkan negara lainnya," kata Budi dalam keterangan resminya, Senin (6/7).