Di balik konflik bisnis keluarga

Bisnis keluarga cenderung dikelola dengan mempertahankan nepotisme.

Foto ilustrasi keluarga/Pixabay.

Setidaknya ada 10 perusahaan keluarga di Indonesia yang menguasai hampir semua sektor ekonomi, di antaranya adalah Djarum Group milik R. Budi dan Michael Hartono, Sinar Mas Group punya Eka Tjipta Widjaja, Salim Group perusahaan induk Indofood Sukses Makmur dan Bogasari Flour Mills yang dikelola Anthoni Salim.

Kemudian Gudang Garam perusahaan rokok terbesar milik Susilo Wonowidjojo, CT Corp perusahaan media yang dimiliki Chairul Tanjung, Indorama milik Sri Prakash Lohia, Kalbe Farma milik Boenjamin Setiawan, Peter Sondakh pemilik perusahaan Bentoel dan Rajawali Group, Lippo Group punya Mochtar Riady, dan Asia Pacific Resources International yang dimiliki Sukanto Tanoto.

Pemilik sepuluh perusahaan tersebut tercatat sebagai 19 orang terkaya di Indonesia yang memiliki kekayaan US$47,65 miliar atau setara 5 persen dari produk domestik bruto Indonesia pada 2014, senilai US$868,35 miliar.

Meski demikian, di balik kesuksesan perusahaan keluarga rentan konflik warisan bisnis. Seperti yang baru-baru ini terjadi di keluarga Grup Sinar Mas.

Salah satu anak pendiri Sinar Mas Grup (Eka Tjipta Widjaja), yakni Freddy Widjaja menggugat hak waris kepada lima saudara tirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 16 Juni 2020.