EBT diyakini jadi pilar pertumbuhan ekonomi masa depan

Transisi menuju ekonomi hijau juga bukan saja pembangunan EBT, namun juga mengurangi karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan.

Ilustrasi Alinea.id/Enrico P. W.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan, salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang dalam transisi menuju ekonomi hijau adalah pembangunan yang menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT). Transisi menuju ekonomi hijau juga bukan saja pembangunan EBT, namun juga mengurangi karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan.

“Indonesia telah memberi janji. Kita akan mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari itu. Kita yakin bahwa pembangunan ekonomi Indonesia masih akan tetap mengeluarkan emisi karbon. Namun kita akan melakukan kompensasi sehingga kita akan mendapatkan net zero emission,” ujar Wamenkeu, seperti dilansir dari keterangan resmi Kemenkeu, Minggu (11/12).

Kementerian Keuangan meyakini, antara ekonomi hijau dan pertumbuhan ekonomi bukan saling trade off. Ekonomi hijau adalah merupakan sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia ke depan.

“Ketika kita mengurangi emisi karbon, ketika kita mengurangi pembangkit listrik tenaga uap yang berasal dari batu bara, ketika kita mengurangi kegiatan-kegiatan ekonomi yang menghasilkan emisi karbon, semuanya akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Karena pada saat yang bersamaan, demand dari domestik untuk energi, demand dari domestik untuk kegiatan-kegiatan industri akan terus meningkat. Karena itu, energi baru terbarukan menjadi betul-betul sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia dalam jangka menengah dan panjang,” kata Wamenkeu.

Wamenkeu menceritakan mengenai banyak negara yang kembali ke bahan bakar fosil. Amerika Serikat mengeluarkan cadangan energi minyak dan Eropa mulai melihat bagaimana membeli batu bara dari negara-negara penghasil batubara di seluruh dunia.