Ekonom endus adanya kongkalikong pengusaha-pejabat dalam Inpres Mobdin Listrik

Jokowi memerintah pemerintah pusat dan daerah menggunakan mobil dinas (mobdin) berbasis listrik. Ini tertuang dalam Inpres 7/2022.

Presiden Jokowi meninjau kendaraan listrik dan alat pengisi daya baterainya saat meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Kabupaten Karawang, Jabar, pada Rabu (15/9/2021). Foto BPMI Setpres/Agus Suparto

Pemerintah belakangan ini gencar menggaungkan program transisi mobil konvensional ke mobil listrik berbasis baterai. Bahkan, mengejar target industri hilirisasi nikel, unsur utama penyusun baterai kendaraan listrik, sebesar 80%.

Sejalan peningkatan industri hilirisasi tersebut, pemerintah mulai melarang ekspor bijih nikel melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sekalipun bertujuan positif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan nilai tambah, tetapi diindikasikan terjadi "kongkalikong" pengusaha dan pejabat oligarki ekonomi dan politik dalam terbitnya regulasi tersebut.

"Orang-orang dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditengarai ikut bermain dalam terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Instruksi Pemerintah Pusat dan Daerah Menggunakan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai sebagai Kendaraan Dinas," ujar pengamat kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/10).

Achmad menyebut, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai lingkaran Istana yang memiliki kepentingan bisnis oligarki di balik aturan pengadaan mobil berbasis listrik melalui terbitnya Inpres 7/2022.