Hingga Juli, ekspor batik alami peningkatan hingga US$21,54 juta

Tujuan utama pasar ekspor batik ini adalah ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Pekerja merapikan kain batik di UKM Batik Lebak Chanting Pradana di Lebak, Banten, Senin (20/4). Menurut pelaku usaha batik, pandemi Covid-19 berdampak menurunnya omzet hingga 90 persen dan mereka terpaksa meliburkan sementara pekerja produksi batik karena tidak mampu membayar upah. Foto Antara/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan produk batik dan kerajinan cukup berperan dalam perolehan devisa negara selama 2020. Kemenperin mencatat, nilai ekspor batik mengalami peningkatan tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.

Tercatat, capaian nilai ekspor batik pada 2019 mencapai sebesar US$17,99 juta. Sementara itu, pada Januari-Juli 2020, nilai pengapalan batik mengalami peningkatan mencapai US$21,54 juta. Adapun, negara tujuan utama pasar ekspor batik ini adalah ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Sedangkan, untuk industri kerajinan, jumlahnya saat ini lebih dari 700.000 unit usaha dengan serapan tenaga sebanyak 1,32 juta orang. Pada tahun 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga US$892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan perolehan tahun 2018 sebesar US$870 juta.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi mengatakan, Kemenperin mendorong industri batik dan kerajinan ikut memanfaatkan teknologi modern untuk mendongkrak produktivitas dan kualitas secara lebih efisien.

Dia mengaku, optimistis melalui pemanfaatan teknologi terkini, industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19.