FLAIMM tolak penerapan bea masuk impor bahan baku

Pemberlakuannya berpotensi menyebabkan guncangan besar terhadap industri makanan minuman. 

FLAIMM menolak penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor bahan baku kemasan pIastik./Eka Setiyaningsih

Pelaku industri makanan dan minuman yang tergabung pada Forum Lintas Asosiasi lndustri Makanan dan Minuman (FLAIMM) menolak penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor bahan baku kemasan pIastik.  

FLAIMM terdiri dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI),  Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (ASPADIN) dan Asosiasi Roti Biskuit dan Mie (Arobim).

Para pelaku usaha tersebut menilai jika pemerintah jadi menerapkan bea masuk terhadap impor bahan baku kemasan plastik, berpotensi menyebabkan guncangan besar terhadap industri makanan minuman. 

“Usulan Komite Anti Dumping Indonesia mengenakan pajak antara 5% - 26% terhadap bahan baku plastik kemasan selama Iima tahun, akan berdampak secara langsung terhadap industri, yang pada akhirnya akan menempuh langkah efisiensi," tutur juru bicara Forum Lintas Asosiasi lndustri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat, Kamis (19/4) di Jakarta.

Pengenaan bea masuk tersebut diajukan Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terhadap Polyethylene therephthalate (PET). PET diduga dumping dari China, Korea dan Malaysia. Hasil investigasi KADI menyatakan ketiga negara tersebut terbukti melakukan dumping. Sehingga diperlukan kebijakan BMAD sebanyak 5%-26%.