Kehancuran FTX: Lagi dan lagi kredibilitas perdagangan kripto diragukan

Kehancuran bursa pertukaran kripto terbesar kedua, FTX menjadi momen bagi exchanger mengedepankan transparansi.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Musim dingin pada aset koin kripto belum juga berakhir. Bermula dari krisis aset kripto asal Korea Selatan Terra LUNA serta stablecoin-nya TerraUSD. Diikuti kemudian dengan jatuhnya perusahaan nilai lindung kripto Three Arrows Capital (3AC), hingga perusahaan pinjaman kripto Celcius Network. Belum juga membaik, harga aset kripto kembali dibuat babak belur oleh kasus di pasar aset investasi anyar itu; kebangrutan perusahaan pertukaran mata uang kripto FTX.

Hal ini terlihat dari kapitalisasi pasar yang mencerminkan nilai aset dan keadaan pasar kripto, di mana pada Rabu (23/11) pukul 11.55 WIB, sebesar US$821,21 miliar. Padahal pada 1 November kapitalisasi pasar seluruh aset kripto masih senilai US$1,01 triliun.

Tidak hanya itu, harga mayoritas koin dengan kapitalisasi pasar terbesar juga masih terjerembab di zona merah sejak sepekan terakhir, meski sudah perlahan membaik pada perdagangan kemarin. Harga Bitcoin (BTC) misalnya, merosot 2,40% sejak perdagangan Kamis (17/11). Namun koin dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia ini mengalami perbaikan harga hingga 4,44% menjadi US$16.534,42.

Kemudian harga Ethereum (ETH) yang memiliki kapitalisasi pasar senilai US$146,99 miliar menguat 6,37% menjadi US$1.165,18, namun harga ini lebih rendah 6,79% dari tujuh hari sebelumnya. Sementara itu, harga token FTT dari FTX berada di level US$1,35, terus melanjutkan penurunannya sejak FTX mengumumkan kebangkrutan pada Jumat (11/11) waktu sempat.

Pengajuan kebangkrutan sesuai Bab 11 Undang-undang Kepailitan Amerika Serikat (United States Bankruptcy Code) diajukan Grup FTX setelah bursa kripto pesaingnya Binance mengurungkan niatnya untuk mengakuisisi FTX.