Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap investasi swasta turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah, menjadi aktor penting pengendali inflasi, dan mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
Tito berharap, pemerintah daerah (pemda) lebih membuka diri dan memudahkan sektor swasta. Hal itu disampaikan Tito usai pengarahan tertutup kepada seluruh kepala daerah se-Suluawesi Selatan oleh di Baruga Asta Cita, Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Makassar, Kamis (11/9).
Tito mengatakan, ingin menggenjot ekonomi dari sektor swasta di daerah, dengan langkah-langkah seperti mempermudah perizinan, memberikan insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta menjaga inflasi yang sangat krusial untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Tito juga mengingatkan agar belanja pemerintah dilakukan secara tepat waktu dan berkualitas. Hal ini dimaksudkan bukan hanya untuk mendorong daya beli masyarakat, tetapi juga menstimulasi pertumbuhan sektor swasta.
Sejalan dengan itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang berencana menarik Rp200 triliun uang pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia (BI). Dengan maksud, uang yang ditarik dari BI nantinya akan disimpan seperti deposito di bank umum. Pihak bank diberi keleluasaan menggunakan yang itu, namun tidak diperbolehkan untuk membeli surat utang negara (SUN).
Presiden Direktur PT Lookman Djaja Logistics, Kyatmaja Lookman menilai, sebelum pemerintah menggenjot sektor swasta di daerah dan melakukan pengalihan dana pemerintah Rp200 triliun dari BI ke bank-bank komersial untuk meningkatkan likuiditas di publik, perlu membenahi masalah-masalah sektor rill di daerah.
Sebagai pelaku usaha logistik di daerah, Kyatmaja mengungkapkan, salah satu masalah pelik pelaku usaha di daerah adalah perizinan usaha yang berbelit, sehingga sektor swasta kapok karena sering terjerat suap demi kelangsungan usaha.
"Perizinan usaha ini bertingkat, ada yang menjadi wewenang pemerintah pusat sampai daerah. Hal ini memang permasalahan klasik yang terjadi di negara kita. Apalagi yang berurusan dengan perizinan berusaha di daerah," kata Kyatmaja kepada Alinea.id, Sabtu (13/9)
Menurut Kyatmaja, jika Tito ingin sektor swasta turut berkontribusi terhadap pengendalian inflasi dan peningkatan PAD, maka pemerintah pusat perlu memberi arahan keras kepada pemda untuk tidak menggunakan tekanan berupa suap atau gratifikasi kepada pelaku usaha agar izin usaha bisa berjalan mulus.
"Pemerintah daerah itu masih sering mengharapkan gratifikasi agar izin usaha bisa berjalan. Kalau tidak diberikan sejumlah uang, pengurusan perizinan jadi tersendat. Waktu kami sering dimainkan, sedangkan untuk pengusaha waktu itu kan merupakan komponen yang penting," kata Kyatmaja.
Kyatmaja menyarankan, Mendagri Tito membuat saluran aduan semacam hotline untuk pelaku usaha di daerah bisa melaporkan bentuk-bentuk masalah yang membuat sektor swasta sulit tumbuh. Terlebih lagi, kepala daerah yang sebagian besar baru memimpin masih gagap dalam membuat peta jalan investasi.
Kyatmaja menilai, Tito harus berani mencoba mendorong pemda untuk menyusun skenario paling memungkinkan untuk sektor swasta tumbuh. Paling tidak mampu mengurangi pengganguran atau menahan laju PHK di daerah.
"Mungkin perlu dibuka forum investasi dan kemudahan berusaha di tingkat pemda, di mana di sana dapat memfasilitasi perizinan dan kemudahan berusaha. Pemda juga dapat men-showcase potensi daerahnya masing-masing untuk menarik investor berinvestasi di daerahnya masing-masing," kata Kyatmaja.