Holding pariwisata-aviasi jangan jadi dalih tutupi utang BUMN

Penggabungan perusahaan pelat merah sektor pariwisata dan aviasi belum urgen di kala pandemi.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Wacana pembentukan holding pariwisata-aviasi kini tengah digalakkan. Induk holding yang semula bernama PT Survai Udara Penas (Persero) ini pun, telah berubah menjadi PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero). 

Aviasi Pariwisata Indonesia itu nantinya akan menjadi induk dari perusahaan BUMN seperti Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, Garuda Indonesia, Hotel Indonesia Natour, Sarinah, Taman Wisata Candi (TWC), serta Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). 

"Diharapkan launching  akhir Juli tentang fungsi baru Penas bersama dengan inbreng perusahaan di bawahnya," ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (8/7) lalu. 

Dalam istilah Belanda, inbreng ini merujuk pada proses penyetoran modal dalam bentuk barang atau harta, bukan dalam bentuk uang tunai. Kartika menyebut operasional holding pariwisata-aviasi memang akan membutuhkan modal yang tidak sedikit. 

Makanya, pihaknya mengusulkan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp9,1 triliun di tahun 2022. PMN tersebut, kata dia, akan digunakan untuk cash flow hingga restrukturisasi seperti pada permasalahan Garuda Indonesia hingga Angkasa Pura I yang selama ini membangun dan merenovasi tujuh bandara di Indonesia.