Indikator sebut sosialisasi pemerintah soal BBM naik bermasalah

Hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat, sebagian besar publik tidak tahu alasan di balik kenaikan harga BBM.

Ilustrasi kenaikan harga BBM. Alinea.id/Oky Diaz

Hanya sekitar 21,1% publik yang menganggap kondisi perekonomian nasional saat ini baik. Ini berbeda dengan yang berpendapat buruk dan sangat buruk sebesar 36,2%. Hanya 41,7% yang menilai sedang.

Hal tersebut terekam dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia periode 13-20 September 2022. Riset ini melibatkan 1.200 warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak pilih dari 34 provinsi sebagai responden.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan, sebanyak 87,6% responden juga menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, sebanyak 72,1% responden juga tak mengetahui alasan di balik kebijakan itu karena subsidi membengkak. Cuma 27,9% masyarakat saja yang mengetahuinya.

"Kebijakan yang paling cepat diketahui publik hanya satu, yaitu kenaikan BBM. Tapi, selama ini sosialisasi pemerintah, terus terang, problematik. Banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa APBN kita sudah menganggarkan untuk subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp502 triliun. Jadi, sosialisasi pemerintah bermasalah," jelasnya dalam paparannya, Minggu (2/10).

Pada kesempatan sama, Menteri investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan, tak ada satu orang pun yang bisa meramal kondisi ekonomi dengan tepat. "Baik dengan ilmu teori ekonomi dengan kemampuan pengalaman empirisnya maupun ilmu langit."