Dorong industri hilirisasi, Indonesia tak gentar larang ekspor bijih nikel

Pelarangan ekspor batu bara ini untuk meningkatkan nilai tambah ekspor pada komoditas nikel dengan mendirikan industri hilirisasi nikel.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Alinea.id/Oky Diaz.

Pemerintah secara resmi telah melakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak awal tahun 2020. Larangan ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Tujuan dilarangnya ekspor batu bara ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah ekspor pada komoditas nikel dengan mendirikan industri hilirisasi nikel, meskipun dalam realisasinya Indonesia dihadapkan dengan tantangan berupa gugatan Uni Eropa di World Trade Organization (WTO).

“Tantangannya luar biasa, godaannya luar biasa, minta ampun,” kata Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam pemaparannya di acara Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal, Rabu (5/10).

Menurut data yang disampaikan Menteri Investasi, cadangan bijih nikel Indonesia adalah yang terbesar di dunia yaitu 23,7%. Posisi kedua penyimpan porsi cadangan nikel adalah Australia sebanyak 21,5%, lalu Brazil 12,4%, dan Rusia 8,6%. Hal ini yang menurutnya harus disyukuri Indonesia karena memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan harus dimanfaatkan dengan baik.

Bahlil mengaku optimistis dengan program industri hilirisasi nikel maupun komoditas lainnya, akan membawa Indonesia menjadi negara maju. Apalagi tren penggunaan nikel di masa mendatang diprediksi akan terus meningkat sejalan dengan penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon.