Infrastruktur buruk, nelayan Demak sulit akses BBM subsidi

Nelayan terpaksa membeli BBM dengan harga lebih mahal kepada tengkulak agar dapat terus melaut.

Pekerja mengisi BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ke jeriken. Foto Antara/Syifa Yulinnas

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak pemerintah memperkuat infrastruktur penunjang distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pangkalnya, sampai kini akses nelayan kecil tradisional untuk memperolehnya masih sukar.

Ketua DPD KNTI Demak, Mohammad Syafii, mencontohkan dengan kasus yang terjadi di daerahnya. Hanya nelayan di Desa Morodemak, Purworejo, dan Margolinduk yang mampu mengakses BBM bersubsidi tanpa kendala lantaran lokasinya dekat dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Pelabuhan Perikanan Morodemak.

"Akan tetapi nelayan-nelayan di Desa Betawalang, Sekelting, Gojoyo, Serangan, Tambak Bulusan, dan Pandansari dalam mengakses BBM harus menempuh jarak 20 km untuk Ke SPBU Karang Melati atau Ke SPBU Pelabuhan Purworejo atau yang dikenal Pelabuhan Morodemak," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (24/1).

Akibatnya, mereka terpaksa membeli BBM kepada tengkulak dengan harga Rp7.000-Rp8.000 per liter. Tumpukan utang kepada pedagang perantara imbas kekurangan modal menjadikan ketergantungan. "Mau tidak mau harus membeli ke tengkulak," jelasnya.

Harga lebih mahal diterima nelayan pengguna BBM jenis pertalite dan premium lantaran sulit menjangkau SPBU. "Mereka terpaksa membeli kepada tengkulak-tengkulak dengan harga Rp9.000-Rp11.000 per liter," ungkapnya.