Kebijakan perberasan: Hulu-tengah terintegrasi, terbuka di hilir

Kebijakan perberasan perlu direformulasi agar pengadaan beras terjaga dari hulu sampai hilir.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Pada 2001 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kala itu membentuk Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional. Tim yang beranggotakan 20 orang dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga non-pemerintah itu melahirkan rekomendasi kebijakan terintegrasi dan holistik di bidang perberasan. 

Tim merekomendasikan tiga paket kebijakan. Pertama, pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani padi. Kedua, jaminan ketersediaan pangan bagi konsumen rawan pangan. Ketiga, pengembangan perekonomian pedesaan terkait dengan ketahanan pangan. Dari tiga rekomendasi ini lahirlah aneka kebijakan perberasan.

Untuk perlindungan petani sebagai produsen, keluar Inpres 9 Tahun 2001 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan. Inpres yang diteken Presiden Megawati Sukarnoputri ini merupakan inpres pertama di bidang perberasan yang terintegrasi. Intinya, di hulu Bulog wajib menyerap produksi padi petani dengan harga tertentu.

Kala harga gabah/beras jatuh, Bulog masuk ke pasar. Ini sebagai bagian kehadiran negara agar petani tidak merugi. Di tengah, beras yang diserap dikelola sebagai cadangan pemerintah dan didistribusikan ke daerah non-produksi. Di hilir, Bulog memiliki outlet penyaluran pasti bernama program beras untuk warga miskin (Raskin).