Pengamat: Kelangkaan pangan disikapi pemerintah dengan tidak kompeten

Bukan alih-alih mengurai benang kusut rantai suplai dan distribusi, malah memilih kebijakan pencitraan mendatangi pasar membawa media.

Berdasarkan pantauan Alinea.id di pasar tradisional Kotagede, Yogyakarta, harga minyak sesuai HET masih sulit ditemukan, Rabu (2/2/2022). Foto Alinea.id/Anisatul Umah

Akhir-akhir ini, negara kita dihadapkan dengan banyak persoalan seputar kebutuhan pokok masyakarat. Dari mulai kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, naiknya harga kacang kedelai yang membuat pengusaha tahu dan tempe berhenti produksi, harga cabai, gas dan juga daging sapi naik, dan sekarang gula hilang dipasaran. 

Kelangkaan minyak belum juga tertangani dengan tuntas. Pemerintah malah menyikapinya dengan sidak ke pasar-pasar tradisional. Hasilnya, saat sidak seolah tersedia, namun setelah sidak suplainya menjadi langka lagi. Penyikapan kelangkaan pangan oleh pemerintah sangat tidak kompeten. Bukan alih-alih mengurai benang kusut rantai suplai dan distribusi malah memilih kebijakan pencitraan mendatangi pasar-pasar dengan membawa sejumlah awak media.

"Selain itu, telah ada pernyataan dari Kementerian Perdagangan bahwa kelangkaan minyak disebabkan oleh penyimpanan masyarakat. Bagaimana orang dapat menumpuk sementara pembelian mereka rendah?" kata pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3). 

Pada akhir biaya, komponen terbesar (konsumsi rumah tangga) hanya meningkat 2,02% selama 2021. Itu adalah bukti perbaikan daya beli rendah dari masyarakat. Pernyataan untuk membawa kesan bahwa pemerintah tidak memahami dropout sering dilakukan untuk mendapatkan keuntungan terbesar dengan inventaris/inventaris.

"Nah, itulah puncak dari kehilangan jalan di pasar. Ini akan menjadi masalah sosial yang serius," ucap dia.