Kesejahteraan dan pendidikan petani di Indonesia disebut masih rendah

Kesejahteraan petani Indonesia juga masih rendah, sehingga banyak kemiskinan di pedesaan.

Peninjauan para petani yang bergabung dalam program EA. Dok: PLN

Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Raharjo mengatakan, kesejahteraan petani di Indonesia masih rendah. Bahkan, akses untuk pangan juga masih terbilang rendah, sehingga ketahanan dan kedaulatan pangan tak mengalami peningkatan.

Kondisi itu terlihat dari skala usaha tani Indonesia yang menunjukkan terjadinya guremisasi petani. Petani gurem adalah petani dengan penguasaan lahan usaha tani kurang dari 0,5 hektare (ha).

Berdasarkan data yang disampaikan Raharjo, pada 2003 rerata luas penguasaan lahan oleh petani seluas 0,8 ha. Besaran tersebut terus turun hingga 2013 yang hanya menjadi 0,3 ha. 

Kemudian, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga diungkapkan Rachmat, pada 2019 yang memiliki luas lahan di bawah 0,50 ha hanya 16,2 juta orang; lalu luas lahan 2 ha sampai 2,99 ha sekitar 1,6 juta orang; dan yang memiliki lebih dari 10 ha hanya mencapai 87 ribu orang. Sedangkan, total petani saat itu yang memiliki kuasa atas lahan sebanyak 27,6 juta orang.

“Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1961 yang merupakan kelanjutan dari UU Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 menyatakan bahwa pemilik lahan agar sejahtera harus memiliki lahan minimal 2 ha. Walaupun ada UU tersebut, tidak ada program peningkatan skala usaha tani,” tutur Raharjo dalam pemaparannya  bertajuk Pangan Berdaulat, Generasi Sehat, Bangsa Bermartabat di Rapat Terbuka Puncak Peringatan Dies Natalis ke-73 UGM, Senin (19/12).