Pengamat: Kewajiban signature bonus kepada Pertamina harus dibatalkan

Kebijakan pemberlakuan bonus tanda tangan (signature bonus) disebut menentang undang-undang (inkonstitusional)

Kilang PT Pertamina (persero) Refinery Unit (RU) III Sungai Gerong, Banyuasin, Sumatera Selatan. (Antara Foto)

Kebijakan pemberlakuan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar US$ 748 juta terhadap PT Pertamina (Persero) untuk mengelola blok rokan disebut menentang undang-undang (inkonstitusional). Direktur Indonesian Resourcess Studies (Irres) Marwan menyatakan signature bonus tersebut mesti dibatalkan.

“Pembayaran signature bonus Blok Rokan dan blok-blok terminasi lain yang diserahkan kepada Pertamina harus dibatalkan. Karena signature bonus hanya relevan dikenakan kontraktor asing atau swasta sebagaimana lazimnya berlaku di seluruh dunia,” kata Marwan di Jakarta, Kamis (24/1).

Marwan mengungkapkan konstitusi mengamanatkan penguasaan negara terhadap sumber daya harus berdampak besar. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh hasil keuntungan yang diperoleh menjadi keuntungan negara, sehingga akan memberikan manfaat terbesar bagi rakyat.

"Kemakmuran rakyat dapat tercapai jika negara melakukan pengelolaan sumber daya alam migas secara langsung, yakni melalui BUMN migas (Pertamina)," ujar Marwan.

Sebelumnya, PT Pertamina sudah melunasi bonus tanda tangan (signature bonus) pengelolaan Blok Rokan sebesar US$ 784 juta. Pembayaran bonus tanda tangan dilakukan pada 21 Desember 2018.