Perang Israel-Israel berdampak pada melonjaknya harga minyak dan turunnya pasar keuangan global. Bagaimana ancaman terhadap Indonesia?
Dunia kembali diguncang ketegangan geopolitik, kali ini dipicu oleh serangan udara Israel terhadap tokoh militer Iran pada 13 Juni 2025. Aksi itu dibalas Iran melalui serangkaian serangan drone bermuatan bahan peledak. Dua kekuatan besar kawasan kini masuk ke dalam fase eskalasi militer terbuka yang mengancam kestabilan ekonomi global dan nasional.
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut konflik ini bukan sekadar adu kekuatan regional. “Ini bisa menjadi perang antar-regional atau bahkan global,” katanya kepada Alinea.id, dikutip Selasa (17/6).
Menurutnya, ada dampak yang dirasakan segera, seperti harga minyak mentah Brent melonjak hingga 5%, sementara minyak WTI menyentuh US$73 per barel, naik lebih dari 6%.
Sumber utama kekhawatiran berada di Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang dilintasi sekitar 20% pasokan minyak dunia. Jika konflik berlanjut dan jalur ini terganggu, lonjakan harga minyak akan merembet ke semua sektor. “Kita bicara soal inflasi global dan risiko stagflasi yang nyata,” lanjut Achmad.
Dampak langsung juga terlihat di bursa saham global. Indeks Dow Jones turun lebih dari 500 poin, atau sekitar 1,3%. S&P 500 dan Nasdaq ikut terkoreksi. Saham-saham teknologi seperti Nvidia dan Tesla anjlok, sementara saham energi dan pertahanan seperti ExxonMobil dan Lockheed Martin justru naik.