Menggantung nasib nelayan kecil di tangan WTO

Indonesia tak menyepakati KTM WTO yang melarang subsidi nelayan. Apa dampak ratifikasi peraturan tersebut bagi industri perikanan Tanah Air?

Ilustrasi nelayan. Foto Pixabay.

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 yang dihelat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) belum bisa menyelesaikan perundingan pada isu subsidi perikanan. Pasalnya, para Menteri Perdagangan atau Ekonomi WTO yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari masih lebarnya perbedaan posisi antaranggota, sehingga butuh waktu lebih lama.

Perundingan disepakati bakal dilanjutkan oleh utusan-utusan di Jenewa. Dalam hal, kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono, Indonesia tak sepakat karena draf yang berkembang selama perundingan di KTM13 belum mencerminkan keberpihakan kepada para nelayan.

“Indonesia dalam perundingan pertanian dan subsidi perikanan mengedepankan pentingnya kesepakatan yang berimbang serta dapat melindungi kepentingan petani, nelayan kecil dan artisanal sesuai amanat United Nations Sustainable Development Goals (UN SDGs),” beber Djatmiko, dalam keterangannya kepada Alinea.id, Rabu (6/3).

Apalagi, mayoritas nelayan Indonesia adalah nelayan kecil dan tradisional yang masih bergantung kepada sokongan pemerintah.

Keputusan Indonesia untuk tidak menyepakati draf perjanjian itu diapresiasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Namun, Ketua Umum KNTI Dani Setiawan menyarankan agar pemerintah selalu waspada dan memiliki sikap tegas guna mempertahankan suaranya dalam menolak draf terkait isu subsidi perikanan.