Mewujudkan ekosistem karbon biru di tengah laju deforestasi 

Cita-cita ekosistem karbon biru masih terganjal masalah deforestasi lahan mangrove, padang lamun, dan berkurangnya terumbu karang.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Sebagai negara maritim dengan banyak kepulauan, Indonesia menyimpan potensi karbon biru atau blue carbon yang sangat besar, yakni mencapai 3,4 Giga Ton (GT) atau sekitar 17% dari total karbon biru dunia. Data Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) mencatat potensi tersebut berasal dari ekosistem mangrove seluas 3,36 juta hektar (Ha) dan padang lamun seluas 3 juta Ha.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi beberapa waktu lalu bilang, potensi ini masih bisa lebih besar lagi. Sebab, angka-angka itu baru berasal dari cadangan mangrove yang ada di atas tanah saja. Sementara ekosistem karbon biru lainnya, seperti bakau, padang lamun, rumput laut, terumbu karang, dan tutupan lahan gambut di pesisir belum dihitung dalam national determined contribution (NDC).

“Data yang kami miliki belum memadai,” katanya.

Sementara itu, dari data KLHK, dengan luas lahan mangrove sekitar 3,36 juta Ha, kandungan karbon yang bisa diserap mencapai 800-1.200 ton per hektare. Dengan hitung-hitungan tersebut, potensi karbon biru pada ekosistem mangrove diperkirakan mencapai 3,14 miliar ton, yang mana juga berpotensi mengurangi emisi tahunan sebesar 10-31% dari sektor FoLU (Forest and Other Land Uses) atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan.