Bisnis

No buy challenge 2025: Upaya adaptasi dan ancaman ekonomi nasional

No buy challenge 2025 bukan sekadar gaya hidup, melainkan juga reaksi terhadap tekanan ekonomi yang semakin berat. Dampaknya, perekonomian nasional terancam lesu.

Jumat, 31 Januari 2025 19:54

No buy challenge 2025 atau tantangan tidak berbelanja menggema di media sosial dan menjadi viral. Fenomena ini menjadi tren di kalangan generasi atau gen Z dan kelompok masyarakat lainnya sebagai bentuk strategi berhemat dan melawan konsumerisme.

Pada dasarnya, tantangan ini mengajak individu untuk tidak membeli barang-barang di luar kebutuhan utama dalam jangka waktu tertentu. Meski tampak sebagai kebiasaan yang positif, fenomena memberikan konsekuensi yang lebih luas terhadap perekonomian, baik di tingkat individu maupun makroekonomi.

Gaya hidup atau dipaksa oleh keadaan?

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Galau D. Muhammad mengatakan tren no buy challenge dapat dikaitkan dengan gaya hidup frugal living yang semakin diminati. Sebagian masyarakat, khususnya gen Z, mulai menerapkan pola hidup hemat—bahkan hingga ke tahap subsistensi ketat—guna mengalokasikan lebih banyak dana untuk tabungan atau kebutuhan yang lebih produktif.

Namun, di balik tren ini, ada realitas ekonomi yang lebih kompleks. Dalam konteks makro, disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat Indonesia mengalami penurunan. Proporsi disposable income terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat hanya sekitar 75%, yang berkontribusi pada semakin menipisnya jumlah tabungan di tingkat rumah tangga. Dengan kata lain, keputusan masyarakat untuk menghemat bukan hanya sekadar pilihan gaya hidup, melainkan juga reaksi terhadap tekanan ekonomi yang semakin berat.

Immanuel Christian Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait