Pasar suplemen vitamin dan diet berpeluang tumbuh di 2018

Optimisme pertumbuhan ekonomi dan tingkat populasi yang terus menanjak membantu pasar suplemen vitamin dan diet semakin membesar.

Ilustrasi suplemen/Pixabay.com

Perubahan gaya hidup masyarakat urban memicu meningkatnya ongkos belanja suplemen vitamin dan beragam obat penurun berat badan. Bagi mereka yang aktif bekerja, konsumsi vitamin adalah wajib hukumnya demi menjaga stamina agar tetap prima di mata atasan dan klien. Di sisi lain, mereka yang peduli dengan penampilan, diet dengan mengatur pola makan ataupun mengonsumsi obat pelangsing menjadi solusi menuju berat badan ideal. 

Optimisme pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% hingga 5,4% dan tingkat populasi yang terus menanjak membantu pasar suplemen vitamin dan diet semakin membesar di tahun Anjing Tanah ini. Kesadaran akan kesehatan juga menjadi motor penggerak konsumsi suplemen vitamin dan diet. Sebab, risiko terkena diabetes cukup tinggi bagi mereka yang termasuk kategori kegemukan. 

Berdasarkan survei terakhir dari Kementerian Kesehatan, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 20,7% dari total populasi di tahun 2016. Angka ini lebih tinggi ketimbang survei di tahun 2013 yang menunjukkan penderita obesitas mencapai 15,4%. Ditambah lagi dengan popularitas kedai kopi, es krim dan aneka jenis kue yang mendorong penyerapan gula dan kalori dalam tubuh. Untuk mengimbanginya, mereka akan membeli aneka jenis suplemen diet yang dipercaya bisa menurunkan kadar lemak.

Euromonitor International memprediksi penjualan suplemen vitamin dan diet di tahun 2018 ini mencapai Rp 20, 74 trilliun, naik tipis dibandingkan dengan tahun 2017 yakni Rp 20,11 triliun. Suplemen untuk tulang bersaing ketat dengan kecantikan. Keduanya menguasai pasar suplemen vitamin dan diet sebesar 35%. Di tahun depan, Euromonitor Internasional melihat pasar suplemen vitamin dan diet tembus Rp 21,2 triliun.