Pemerintah pusat dinilai tak gandeng pemda saat naikkan harga BBM

Tidak ada peran serta dari pemerintah daerah untuk gotong royong menyelesaikan masalah kenaikan BBM.

Ilustrasi kenaikan harga BBM. Pixabay.

Menanggapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku sejak Sabtu (4/9), salah satu aktivis kebijakan, Jilal Mardhani, mengungkap kembali pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa awal menjabat. Kala dilantik sebagai kepala negara pada 2014, Jokowi menegaskan tak ada lagi subsidi BBM.

“Presiden waktu itu menegaskan tidak ada lagi subsidi BBM dan kebetulan harga minyak dunia sedang jatuh. Jadi saat itu PT Pertamina betul-betul sedang dapat rezeki,” ujar Jilal Mardhani dalam Zoominari Kebijakan Publik Urung Rembug Tokoh Bangsa, Minggu (4/9).

Menurutnya, saat itu penghasilan PT Pertamina sebesar dua per tiga atau 70% bersumber dari penjualan BBM. Saat itu harga minyak dunia sedang jatuh, namun Pertamina tetap menjual dengan harga normal.

Saat itu Jokowi justru mengalokasikan anggaran subsidi BBM dialihkan menjadi modal awal pembangunan infrastruktur dengan tujuan utama membangun pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan. Namun, Jilal menyebutkan, pemerintah perlu memperhatikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggap sebagai otonomi fiskal daerah dan Dana Bagi Hasil (DBH) dan diperoleh berkat efek pembangunan infrastruktur. Proporsi keduanya justru cenderung menurun sejak 2010.

“Untuk tingkat I atau Provinsi, di tahun 2010 rerata memperoleh 70 persen dari total pendapatan mereka. Tapi makin menurun di tahun 2014 menjadi 66 persen, dan tahun 2020 turun menjadi 58 persen,” ujarnya.