Pengamat ini sebut Indonesia sangat jauh dari gagal sistemik

Dari sisi belanja kesehatan dan pendidikan. Mungkin, hampir dua kali lipat dari bayar bunga pinjaman tiap tahunnya.

Ilustrasi- Salah satu sudut Ibu Kota Jakarta. Pixabay

Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan memandang, Indonesia dipastikan sangat jauh dari gagal sistemik. Belanja untuk pendidikan dan kesehatan, tiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibanding membayar bunga utang. 

“Indonesia sendiri masih sangat jauh dari konteks gagal sistemik ini. Dari sisi belanja kesehatan dan pendidikan. Mungkin, hampir dua kali lipat dari bayar bunga pinjaman tiap tahunnya,” katanya dalam keterangan, Rabu (26/7).

Maftuch, sapaan akrabnya, ikut menyoroti pembahasan istilah negara gagal sistemik yang dilontarkan Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan ke ruang publik. Ia menjelaskan, istilah ini berasal dari laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang berjudul A World of Debt.

Menurutnya, telah terjadi salah kaprah ihwal konteks negara gagal sistemik. Laporan PBB, utamanya, menyoroti tingginya utang publik dunia yang mencapai US$92 triliun pada 2022. 

Kini 3,3 miliar penduduk dunia hidup di negara yang membelanjakan lebih besar uangnya untuk membayar bunga utang dibanding belanja kesehatan atau pendidikan. Konteks gagal sistematis dalam laporan PBB ini merujuk pada Arsitektur Keuangan Internasional (IFA) yang tidak setara.