Pengembangan energi matahari: Kaya potensi, miskin dukungan

Target pengembangan PLTS mencapai 6000 MW pada tahun 2025, yang tersedia saat ini baru 145 MW.

Seiring meningkatnya kesadaran terhadap lingkungan, energi baru dan terbarukan (EBT) kian digandrungi oleh masyarakat. Salah satu produk EBT yang tengah naik daun adalah panel surya yang mampu mengonversi energi matahari menjadi listrik. Skala pengembangannya pun macam-macam, mulai dari pembangkit listrik raksasa hingga panel surya skala rumahan. 

Salah seorang pengguna yang merasakan manfaat sinar surya adalah Munir Ahmad (58). Sudah dua tahun terakhir keluarganya memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap berkapasitas 5.000 watt peak (Wp) di rumahnya. Alasannya memasang PLTS di atap rumah tak lepas dari imbauan Menteri ESDM. Sekretaris Direktorat Jenderal Kementerian ESDM ini juga ingin merasakan dampak pengembangan EBT ke depannya.

"Saya kira, ini sangat penting untuk kita,” ungkapnya dalam kanal Youtube “Info Gatrik”.

Ia mengklaim tagihan listriknya menurun Rp400 ribu – 500 ribu atau 25-30% tiap bulannya setelah memasang PLTS atap. Uniknya, Munir juga dapat memantau penggunaan listrik melalui ponsel pintarnya. “Biasanya siang hari terik begini 3 KW (listrik yang dihasilkan),” ujarnya seraya membacakan hasil pengukuran inverter PLTS pribadinya. 

Adapun Supriyanto (26) masih dalam tahap mencari panel surya untuk pabrik yang dikelola perusahaannya. Menurutnya, biaya listrik yang dikeluarkan pabriknya akan lebih murah jika menggunakan panel surya.