Reformasi aturan pajak digital demi jaring pendapatan negara

Pemerintah akan menarik pajak dari bisnis digital yang dinilai sangat potensial bagi pendapatan negara.

Pemerintah akan mengajukan RUU terkait pajak digital, yang direncanakan berlaku pada 2021. Alinea.id/Dwi Setiawan..

Baru-baru ini, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tengah menyusun proposal pajak perusahaan global. Rilis proposal itu, rencananya akan terbit sebelum pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral dalam Komite G-20 di Washington, Amerika Serikat pada 17 Oktober 2019.

Poin utama yang akan diatur di dalam reformasi pajak itu terkait pemungutan pajak bisnis digital. Artinya, nanti semua pelaku bisnis digital layanan konten di dunia, seperti Google, Facebook, Youtube, dan perusahaan niaga daring (e-commerce) bakal menjadi wajib pajak—hal yang sama seperti pelaku usaha konvensional.

Indonesia sudah mempersiapkan paket aturan serupa, sembari menunggu kerangka kerja pemungutan pajak digital berskala internasional dari OECD, yang tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Pemerintah sendiri akan mendorong RUU ini agar masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2020. Pemerintah berharap, aturan itu bisa disahkan dan akan berlaku pada 2021.

Aturan perpajakan itu bakal merevisi tiga undang-undang, yakni UU Pajak Penghasilan ( UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ketiganya masih dalam proses pembahasan dengan DPR. Aturan tadi akan terkait dengan pajak ekonomi digital.