Darurat sapi sakit kulit dan ancaman kian mahalnya daging sapi

Ancaman penyebaran wabah akan menurunkan produksi sapi yang pada akhirnya mengerek harga daging sapi kian mahal.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Belasan sapi ternak di Indragiri Hulu, Riau mengalami benjolan pada kulit yang menimbulkan rasa gatal. Beberapa hewan sapi bahkan terlihat gelisah dan mengalami kenaikan suhu badan. Bertarikh 9 Februari lalu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau untuk pertama kali menemukan sapi-sapi tersebut terjangkit wabah Lumpy Skin Disease alias LSD.

Penyakit kulit pada sapi yang disebabkan oleh virus LSD (LSD Virus/LSDV) itu berasal dari family Poxviridae. Menurut penelitian Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) pertengahan Februari lalu, virus LSD yang ditemukan di Riau memiliki kesamaan 98,87% dengan strain atau varian virus LSD Cina. Ini dibuktikan dengan target gen GPCR (G-Protein-coupled Chemokine Receptor), salah satu cara pengujian virus yang memanfaatkan perbedaan temperature melting point. 

Hingga 1 April, virus yang masif menyebar di dunia sejak 2019-2021 ini telah menyebar hampir di seluruh Provinsi Riau dan mulai merambah ke Sumatera. Untuk Riau, tercatat ada sebanyak 215 kasus di Indragiri Hulu, disusul Siak sebanyak 78 kasus, Kota Dumai 51 kasus, Pelalawan 39 kasus, Indragiri Hilir 21 kasus, Bengkalis 21 kasus, dan Kampar 8 kasus. 

“Sampai saat ini kasus terbanyak masih di Indragiri Hulu,” kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau Faralinda Sari, kepada Alinea.id, Sabtu (23/4).

Dua bulan berselang, virus yang semula hanya menyebar di Riau ini pun meluas hingga Pulau Sumatera. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, hingga 20 April LSD telah menyerang sekitar 1.181 ekor hewan ternak. Dengan Aceh menjadi penyumbang terbanyak, yakni 564 kasus, kemudian Riau 527 kasus, Sumatera Utara 73 kasus, Jambi 13 kasus, serta Sumatera Barat 4 kasus.