Fintech, menguntungkan atau menjerat konsumen dalam utang?

Ekosistem fintech di Indonesia terdiri dari beberapa klasifikasi produk, di antaranya produk yang menawarkan jasa lending dan crowdfunding.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (ketiga kanan), Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kedua kiri), Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional IMF Lesetja Kganyago (kedua kanan) dan Ketua Dewan Stabilitas Keuangan IMF Mark Carney (kanan) saling berdiskusi saat seminar 'The Bali Fintech Agenda' rangkaian penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10). /Antara Foto.

Suprihatini menceritakan pengalamannya kepada saya, setelah menggunakan jasa peer to peer lending atawa pinjam meminjam uang secara online dari sebuah layanan teknologi finansial (financial technology/fintech). Katanya, uang masuk ke rekeningnya dengan mudah dalam waktu singkat.

“Hanya mengutak-atik aplikasi di handphone, lalu uang cair ke rekening kita besoknya. Mudah sekali,” kata Suprihatini, Selasa (16/10).

Pinjam uang langsung cair

Suprihatini mengaku, sangat terbantu dengan kucuran kredit dari fintech. Kala semua kerabat, bahkan perbankan, menutup pintu untuk membantunya, fintech hadir ke hadapannya membawa angin segar.

Menurut Fitri Safira dalam tulisannya berjudul “Ekosistem FinTech di Indonesia” yang terbit di SwaOnline edisi 5 November 2016, fintech merupakan sebuah lini bisnis berbasis pada penggunaan perangkat lunak atau aplikasi untuk menyediakan jasa finansial. Fintech biasanya hadir sebagai perusahaan rintisan (startup).