Serikat pekerja global surati Jokowi, tolak privatisasi PLN

Privatisasi listrik dalam bentuk apa pun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Ilustrasi. Pixabay

Public Services International (PSI), yang diklaim mewakili 30 juta pekerja di 154 negara, bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isinya, penolakan federasi serikat global beranggotakan lebih dari 700 serikat pekerja itu terhadap rencana privatisasi melalui merger beberapa badan usaha milik negara (BUMN) menjadi induk (holding).

"Bapak Presiden yang terhormat, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa usaha apa pun untuk memprivatisasi listrik dalam bentuk apa pun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi menegaskan, bahwa tenaga listrik adalah sektor produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak,” ujar Sekretaris Jenderal PSI, Rosa Pavanelli, dalam suratnya, Rabu (15/9).

Sebagaimana dimandatkan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, listrik harus di bawah kuasa negara. Ini diperkuat Putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tentang Permohonan Uji Materiil UU 20/2002 tentang Ketenagalistrikan dan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tentang Permohonan Uji Materiil UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.

MK memutuskan demikian lantaran listrik merupakan kepentingan strategis bagi negara dan berdampak pada kehidupan rakyat. Karenanya, pemerintah harus mempertahankan kepemilikannya serta menjamin akses universal atas pembangkitan listrik yang rendah karbon dan transisi yang berkeadilan.

Jika diprivatisasi, layanan energi bakal melumpuhkan akses universal juga menghambat transisi penting menuju pembangkitan listrik rendah karbon, yang termaktub dalam Kesepakatan Iklim Paris dan Indonesia berikrar mengurangi emisi gas rumah kaca 29% pada 2030 dengan meningkatkan penggunaan energi terbarukan hingga 23% dari total konsumsi nasional pada 2025.