Serikat Pekerja tolak subholding dan IPO pembangkit PLN

SP PLN Group menolak rencana tersebut, karena berpotensi timbulnya pelanggaran terhadap makna penguasaan negara sesuai konstitusi.

Ilustrasi. Pixabay

Serikat Pekerja PT PLN (SP PLN), Persatuan Pegawai PT Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB), menolak program holdingisasi dan rencana Kementerian BUMN melakukan privatisasi usaha ketenagalistrikan.

Hal itu, dinilai sebagai upaya privatisasi melalui pembentukan holding aset pembangkit yang pada gilirannya dijual sebagian sahamnya melalui IPO (initial public offering atau kegiatan menjual saham perusahaan kepada pihak swasta lain).

Untuk diketahui, Kementerian BUMN saat ini melakukan holdingisasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Caranya dengan menggabungkan beberapa BUMN dan anak perusahaan melalui pembentukan holding. Yaitu, PT Pertamina Geothermal Energy (Unit PT PLN, PLTP Ulebelu Unit, PLTP Lahendong Unit) dan PT Indonesia Power (PLTP Kamojang Unit, PLTP Gunung Salak Unit, PLTP Darajat, PT Geo Dipa Energi).

Rencana holdingisasi PLTP ini akan menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE) sebagai holding company. SP PLN Group menolak rencana tersebut, karena berpotensi timbulnya pelanggaran terhadap makna penguasaan negara sesuai konstitusi. Hingga saat ini, PT PLN (Persero) dan anak perusahaannya dinilai terbukti menyediakan listrik secara terjangkau bagi masyarakat.

“Sehingga menjadi pertanyaan kenapa induk holding di serahkan ke pihak lain yang minim pengalaman dalam pengelolaan PLTP?” tanya Ketua Umum DPP SP PLN (Persero) Muhammad Abrar Ali dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7).