Setelah BUKA dan GOTO, saham Blibli layakkah dikoleksi?

IPO Blibli dilakukan di tengah kondisi resesi, inflasi tinggi, dan musim dingin perusahaan teknologi.

Ilustrasi Alinea.id/MT. Fadillah.

Tinggal menghitung hari sampai PT Global Digital Niaga atau yang lebih dikenal dengan Blibli resmi menjadi perusahaan publik. Dalam prospektus alias keterbukaan informasi yang disampaikannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan teknologi ini bakal melakukan pencatatan saham perdana pada 7 November 2022. Setelah sebelumnya menjalani masa penawaran awal alias book building saham mulai 17-24 Oktober 2022 dan masa penawaran umum pada 1-3 November 2022. 

Melalui mekanisme e-IPO, Blibli menawarkan sebanyak-banyaknya 17.771.205.900 lembar saham, atau 15% dari modal ditempatkan dan disetor setelah penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) dengan nilai nominal Rp250 per saham. Setelah penawaran, saham calon emiten Grup Djarum ini akan dibanderol dengan harga Rp410-Rp450 per lembar.

Dengan demikian, dari proses IPO ini perusahaan yang menggunakan kode saham BELI ini bakal meraup dana segar sebanyak Rp8,17 triliun. “Dana yang diperoleh dari Penawaran Umum Saham Perdana ini setelah dikurangi seluruh biaya-biaya emisi saham, akan dialokasikan sekitar Rp5,5 triliun untuk pembayaran seluruh saldo utang fasilitas perbankan,” tulis manajemen dalam prospektus, seperti dikutip Alinea.id, Kamis (27/10).

Lebih rinci, sebesar Rp2,8 triliun akan dialokasikan untuk membayar utang kepada PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan Rp2,8 triliun untuk membayar utang kepada PT Bank BTPN Tbk. Sisanya, dana segar akan digunakan oleh Perseroan dan Entitas Anak sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha Perseroan. 

Termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan penjualan dan pemasaran, pengembangan produk, pembiayaan kegiatan operasional (termasuk biaya pemeliharaan atau beban operasional lainnya), dan penambahan fasilitas pendukung usaha Perseroan (termasuk diantaranya pembaruan teknologi).