Sinar surya jadi energi terbarukan tersandung kebijakan

Pemasangan panel surya untuk industri terkendala kebijakan sementara di ranah rumah tangga tersandung biaya mahal.

Ilustrasi Alinea.id/Enrico P. W.

Lampu-lampu di Masjid At-Tanwir mulai berpendar ketika matahari tenggelam dan sinarnya mulai memudar. Nyalanya pencahayaan utama bangunan itu menunjukkan pula bahwa magrib akan segera tiba. 

Cahaya lampu yang dihasilkan memang sama dengan cahaya lampu lainnya. Namun pembedanya ialah aliran listrik yang digunakan untuk mengaliri lampu-lampu LED (light emitting diode) tersebut. Sumbernya berasal dari photovoltaics panel alias panel surya yang dipasang pada atap masjid.

Arsitek Perencana Masjid At-Tanwir Muhammad Siam Priyono Nugroho mengatakan, biaya pembangunan atap beserta pembangkit listrik tenaga matahari mencapai Rp29,5 miliar. Angka ini sangat sebanding dengan tujuan pembangunan masjid untuk mengatasi krisis energi yang kini tengah terjadi di dunia.

Selain panel surya, Overall Thermal Transfer Value (OTTV) yang berfungsi sebagai selubung bangunan berkapasitas 25,97 watt per meter persegi juga dipasang pada dinding Masjid. “Kita juga pakai kaca yang mampu menyerap panas matahari sehingga sinar untuk pencahayaan alami tetap masuk tapi panasnya ditangkal. Itulah maka nilai OTTV-nya rendah,” jelas Priyono kepada Alinea.id, Selasa (12/7).