Sofyan Djalil akui BPHTB hambat kemudahan berusaha di Indonesia

Menurut Bank Dunia, pengenaan bea BPHTB di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 8%.

Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto Antara/Puspa Perwitasari.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengakui bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) masih menjadi hambatan kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB) di Indonesia.

Menurut Bank Dunia, pengenaan bea BPHTB di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 8%. Untuk itu, pihaknya berencana mengusulkan kepada pemerintah untuk menurunkan pajak tersebut.

"BPHTB itu ada dalam UU (Undang-undang) dan kewenangan pemerintah daerah. Kami sadar kalau BPHTB ini menjadi hambatan dalam rangka EODB," katanya dalam webinar, Rabu (14/7).

Pihaknya telah mengusulkan agar BPHTB tersebut cukup dimasukkan dalam komponen Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, hingga saat ini usulan tersebut masih dalam tahapan proses.

Lebih lagi, kewenangan tersebut berada di pemerintahan daerah dan bukan di kementeriannya. Sehingga, Sofyan mengatakan, tidak bisa serta merta menurunkan tarif pajak tersebut sewaktu-waktu.