Untung-rugi kebijakan melarang ekspor bijih nikel

Pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Apa untung dan ruginya bagi industri tambang nikel Indonesia?

Pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Alinea.id/Oky Diaz.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel. Semula, larangan itu berlaku pada 2022. Namun, pemerintah mengubahnya, dengan hanya berlaku hingga 31 Desember 2019. Artinya, per 1 Januari 2020, semua nikel yang akan dikirim ke luar negeri harus melalui fasilitas pemurnian dan pengolahan bijih tambang (smelter) terlebih dahulu.

Sebelumnya, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), pemerintah sudah mengatur larangan ekspor mineral, termasuk nikel.

Di dalam undang-undang tersebut, kegiatan pemurnian wajib dilakukan selambat-lambanya lima tahun, usai aturan itu terbit. Artinya, per Januari 2014, seluruh produk mineral yang diekspor tak boleh lagi dalam bentuk mentah (bijih).

Akan tetapi, pemerintah memberikan kelonggaran karena industri smelter dalam negeri belum siap. Maka, saat itu, penjualan mineral mentah ke luar negeri masih diperbolehkan dengan kadar tertentu dalam waktu tiga tahun, hingga 2017.

Namun, pada 2017 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid itu menyebut, pengusaha tambang masih boleh ekspor mineral mental asal memenuhi syarat.